TEMPO.CO, Jakarta - Halusinasi dan delusi adalah dua keadaan yang dipengaruhi oleh cara otak memproses atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak nyata atau tidak ada. Biasanya, kedua keadaan ini ditemui pada individu dengan gangguan mental.
Meskipun demikian, terdapat perbedaan antara halusinasi dan delusi yang sering kali tidak disadari oleh banyak orang. Dilansir dari laman RSJ Lawang dan Siloam Hospitals, berikut perbedaan antara delusi dengan halusinasi:
Delusi vs Halusinasi
Secara prinsip, delusi merujuk pada keadaan di mana seseorang kesulitan membedakan antara realitas dan imajinasi. Individu yang mengalami delusi memiliki keyakinan yang kokoh pada sesuatu yang bertentangan dengan kenyataan. Keyakinan ini tidak tergoyahkan meskipun dihadapkan pada fakta-fakta yang jelas.
Sementara itu, halusinasi melibatkan gangguan dalam persepsi sensorik yang menyebabkan seseorang mendengar, merasakan, melihat, atau mencium sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
Untuk memperjelas, berikut beberapa perbedaan kunci antara delusi dan halusinasi yang penting dipahami:
1. Penyebab Delusi dan Halusinasi
Perbedaan pertama antara delusi dan halusinasi terletak pada asal mula masing-masing kondisi. Sementara penyebab pasti dari delusi masih belum sepenuhnya dipahami. Ada dugaan bahwa gangguan mental ini bisa dipicu oleh beberapa faktor, seperti:
- Genetik
Riwayat keluarga dengan gangguan delusi dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami kondisi tersebut.
- Faktor biologis
Terdapat asumsi bahwa gangguan otak pada bagian yang mengatur proses berpikir (lobus frontal) dan persepsi (lobus parietal) dapat menyebabkan delusi.
- Faktor psikologis dan lingkungan
Delusi bisa dipicu oleh stres yang berlebihan, gangguan mental, penyalahgunaan NAPZA, perasaan terisolasi dan kesepian karena diskriminasi, serta konsumsi alkohol yang berlebihan.
Sementara itu, halusinasi bisa dipicu oleh beberapa hal seperti gangguan mental seperti skizofrenia, paranoid, demensia, gangguan bipolar, borderline personality disorder, serta depresi dengan gejala psikosis.
Penyalahgunaan obat-obatan tertentu, seperti halusinogen, juga bisa menjadi penyebab umum halusinasi. Selain itu, kondisi medis tertentu seperti demam tinggi, migrain, epilepsi, Parkinson, gagal ginjal, gagal hati, HIV/AIDS, dan kanker stadium lanjut juga dapat memicu halusinasi.
2. Gejala Delusi dan Halusinasi
Penderita delusi memiliki gejala yang bervariasi tergantung pada jenis gangguan delusi yang dialami, misalnya grandiose, erotomania, persecutory, jealous, somatic, bizarre, dan mixed. Sementara itu, penderita halusinasi menunjukkan perubahan perilaku atau emosi yang sesuai dengan indera yang terpengaruh seperti halusinasi visual, olfactory, auditory, gustatory, dan tactile.
3. Penanganan Delusi dan Halusinasi
Delusi dapat ditangani dengan terapi kejiwaan seperti psikoterapi, terapi perilaku kognitif, dan terapi keluarga, serta pemberian obat antidepresan dan antipsikotik. Penanganan halusinasi dilakukan sesuai dengan penyebabnya, meliputi pemberian obat-obatan, prosedur pembedahan, terapi perilaku kognitif, dan konseling kejiwaan.
Memahami perbedaan antara halusinasi dan delusi penting agar penanganan yang tepat dapat diberikan untuk mempertahankan kualitas hidup individu yang terkena gangguan tersebut dan juga untuk mencegah potensi bahaya bagi diri mereka dan orang lain.
Pilihan Editor: Apa Saja Kondisi yang Menyebabkan Halusinasi?