TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) Prof Dr dr Agus Dwi Susanto mengingatkan kesalahan persepsi masyarakat soal rokok elektrik atau vape. Ia menjelaskan riset pada 2021 mencatat sebanyak 17,2 persen dari 937 responden di Jakarta menggunakan rokok elektrik karena terkait rasa, 3,4 persen karena dapat menggunakan trik asap, serta 1,7 persen mengikuti tren.
"Mereka berpikir bahwa nikotinnya lebih rendah dan bisa dipakai untuk terapi berhenti merokok atau placement therapy, itu sebanyak 76,7 persen," katanya, Selasa, 9 Januari 2024.
Pada riset berbeda yang dilakukan terhadap 104 mahasiswa Universitas Indonesia pada 2019, mayoritas responden memiliki persepsi positif terhadap definisi, kandungan, manfaat, dan kerugian penggunaan rokok elektrik. Padahal, ia menilai rokok elektrik tidak berbeda dengan rokok konvensional yang sama-sama mengandung zat yang berbahaya bagi tubuh.
"Fakta bahwa rokok konvensional maupun rokok elektrik sama-sama mengandung bahan adiktif yang bersifat iritatif dan merangsang peradangan inflamasi," ujarnya.
Sama-sama mengandung zat berbahaya
Agus menjelaskan baik rokok elektrik maupun konvensional sama-sama mengandung nikotin, zat karsinogen penyebab kanker, serta bahan toksik lain yang iritatif meskipun uap pada rokok elektrik tidak mengandung karbon monoksida (CO) dan TAR. Ia memaparkan sejumlah bahan yang terkandung dalam rokok elektrik seperti nikotin yang berpotensi menyebabkan ketergantungan, nitrosamin yang berpotensi menjadi zat karsinogen, gliserol/glikol yang berpotensi menyebabkan iritasi saluran napas dan paru-paru, dan lain sebagainya.
Pada 2018, ia bersama tim melakukan penelitian terhadap 71 laki-laki pengisap rokok elektrik dengan menggunakan kuesioner dan indeks terkait ketergantungan nikotin Penn State Nicotine Dependent Index. "Ditemukan sebanyak 76,5 persen laki-laki pengguna rokok elektrik itu memiliki ketergantungan terhadap nikotin," tuturnya.
Mengingat bahaya kesehatan yang ditimbulkan, Agus menganjurkan rokok elektrik seharusnya dilarang atau diatur penggunaannya, terlepas dari potensinya untuk berhenti merokok yang masih diperdebatkan.
Pilihan Editor: Rokok Elektrik Tingkatkan Risiko Disfungsi Ereksi