TEMPO.CO, Jakarta - Praktisi kesehatan masyarakat dr. Ngabila Salama menjelaskan berbagai dampak buruk yang dapat terjadi akibat konsumsi gula berlebih pada bayi.
“Pada dasarnya bayi belum dapat mengenal rasa dari makanan dan minuman yang dikonsumsi. Rasa manis dan asin berlebihan membuat anak jadi picky, memilih-milih makan,” kata Ngabila, Senin, 22 April 2024.
Ia menuturkan kebanyakan makanan manis yang diberikan pada bayi seringkali merupakan jenis makanan tidak sehat. Contohnya bubur bayi instan yang bebas dijual di pasaran. Bubur bayi instan yang diklaim memiliki kandungan gizi lengkap dan seimbang memiliki kandungan yang berbeda jauh dengan Makanan Pendamping ASI (MPASI) alami yang dibuat untuk anak usia 6-24 bulan karena proses produksi yang panjang, memungkinkan kandungan nutrisi di dalamnya menurun hingga mengandung pengawet atau perasa buatan.
“Pemberian MPASI alami pada anak 6-24 bulan dan sesudahnya tetap yang terbaik,” ujarnya.
Kalau pun ibu ingin memberikan rasa manis pada bayi, perasa yang boleh digunakan adalah madu alami dengan catatan tidak diberikan pada bayi berusia kurang dari 1 tahun. Sementara pemberian gula boleh dilakukan pada bayi usia di atas 6 bulan sesudah lulus ASI eksklusif sebagai bahan MPASI dengan takaran yang sesuai.
Perhatikan asupan gizi
Ngabila mengingatkan orang tua yang punya bayi di rumah untuk lebih memperhatikan asupan dan kandungan gizi yang diberikan karena konsumsi gula berlebih dapat menyebabkan sejumlah masalah yang merugikan kesehatan bayi. Permasalahan utama yang sering terjadi adalah bayi menolak diberikan ASI.
“Ini sangat merugikan bayi yang sedang dalam masa pertumbuhan. Bayi sangat membutuhkan berbagai nutrisi penting guna pertumbuhan dan perkembangan, terutama saat berusia di bawah 1 tahun,” jelasnya.
Hal selanjutnya yang mungkin terjadi yakni kebiasaan makan yang buruk. Bayi akan menolak memakan makanan sehat yang alami, tidak ada pengawet, maupun makanan buatan. Usai mengenali rasa manis biasanya bayi memilih untuk mengonsumsi air berasa karena lebih nyaman di mulut.
Jika konsumsi gula dan makanan manis secara berlebih terus berlanjut maka bayi berpotensi mengalami kerusakan gigi, terutama ketika gigi pertama muncul, dengan memicu peningkatan populasi bakteri dalam mulut sehingga gigi-gigi yang tumbuh selanjutnya mengalami kerusakan yang sama.
“Selanjutnya, dapat memicu hiperaktif. Gula dapat diserap ke dalam darah dengan sangat cepat. Kadar gula darah yang tinggi meningkatkan adrenalin dan hiperaktif pada bayi, balita, serta anakanak,” ucap Ngabila.
Selain berpotensi terbentuk sikap hiperaktif, ada pula kemungkinan bayi mengalami kelesuan akibat terjadinya peningkatan produksi hormon insulin. Hal tersebut yang menjadi pemicu kelesuan, lemas, dan bayi menjadi tidak aktif.
“Pemberian gula secara berlebihan juga menyebabkan terkena obesitas, diabetes di usia dini yang menyebabkan menumpuknya kalori dalam tubuh,” ujar Kepala Seksi Pelayanan Medik RSUD Tamansari itu.
Pilihan Editor: Pentingnya Jaga Asupan Gula Anak di Libur Lebaran