TEMPO.CO, Jakarta - Dalam dunia pengasuhan anak, terdapat berbagai pendekatan yang dapat dipilih oleh orang tua untuk membentuk karakter dan perkembangan anak mereka.
Salah satu pendekatan yang semakin mendapatkan perhatian adalah gentle parenting atau pola asuh lembut. Berbeda dengan metode tradisional yang sering melibatkan hukuman atau penekanan, gentle parenting berfokus pada membangun hubungan yang saling menghormati dan berkomunikasi secara efektif antara orang tua dan anak.
Dilansir dari laman Parents, gentle parenting atau pola asuh yang lembut, mengedepankan prinsip empati dan komunikasi dalam pengasuhan anak. Alih-alih menggunakan rasa malu atau hukuman, pendekatan ini menekankan kemitraan antara orang tua dan anak, di mana kedua belah pihak memiliki suara dalam proses pengambilan keputusan. Dalam gentle parenting, orang tua membimbing anak dengan batasan yang konsisten dan penuh kasih, bukan dengan cara yang tegas.
Danielle Sullivan, seorang pelatih pengasuhan, menjelaskan bahwa gentle parenting, yang juga dikenal sebagai pengasuhan kolaboratif, berfokus pada empat elemen utama: empati, rasa hormat, pengertian, dan batasan. Pendekatan ini tidak memaksa anak untuk berperilaku baik melalui hukuman, melainkan memanfaatkan koneksi emosional dan metode demokratis untuk mencapai keputusan bersama.
Keuntungan dari gentle parenting cukup signifikan. Pendekatan ini telah terbukti dapat mengurangi kecemasan pada anak-anak, terutama dalam konteks sosial, serta meningkatkan kualitas hubungan antara orang tua dan anak. Dengan berakar pada empati dan rasa hormat, gentle parenting juga mengajarkan anak untuk meniru sifat-sifat positif ini, menjadikannya individu yang lebih penuh empati.
Namun, gentle parenting tidak tanpa tantangan. Kadang-kadang, pendekatan ini dapat menjadi terlalu permisif, yang mungkin mengarah pada perilaku buruk jika tidak diimbangi dengan disiplin yang tepat. Mengimplementasikan gentle parenting juga membutuhkan kesabaran dan ketekunan, dan mungkin tidak cocok untuk setiap situasi atau individu.
Dalam praktiknya, gentle parenting melibatkan beberapa teknik. Untuk memulai, orang tua disarankan untuk memberikan komentar tentang perilaku buruk secara terpisah dari tindakan anak, serta menjadi contoh dari apa yang diinginkan.
Saat frustrasi, penting untuk memperlambat, berkomunikasi dengan empati, dan mencari solusi bersama. Dalam situasi di mana anak mengalami amarah, biarkan mereka mengekspresikan diri dengan aman sambil memastikan bahwa lingkungan tetap aman. Jika situasi berbahaya terjadi, respons harus disesuaikan dengan menjauhkan anak dari bahaya dan menjelaskan konsekuensi tindakan mereka dengan jelas.
Ada beberapa kesalahpahaman yang sering muncul seputar gentle parenting, seperti yang dilansir Cleveland Clinic. Pertama, banyak yang percaya bahwa gentle parenting adalah pola asuh yang permisif dan santai. Faktanya, gentle parenting bukan tentang membiarkan anak melakukan apa pun yang mereka inginkan tanpa batasan. Sebaliknya, ini melibatkan penetapan batasan yang jelas dengan empati dan memberikan penjelasan yang positif mengenai aturan-aturan tersebut.
Kedua, ada anggapan bahwa gentle parenting tidak efektif untuk anak-anak yang berkemauan keras. Namun, pendekatan ini justru dapat membantu anak-anak tersebut belajar mengenali dan mengelola perasaan mereka dengan cara yang sehat, berkat keterhubungan emosional dan opsi yang diberikan.
Ketiga, sering dikira bahwa gentle parenting menganggap semua situasi dalam pengasuhan adalah indah dan penuh warna. Padahal, mengasuh anak merupakan tugas yang menantang, dan orang tua yang menerapkan gentle parenting pun akan menghadapi momen frustrasi dan kebingungan. Pendekatan ini fokus pada membina hubungan yang kuat untuk menghadapi tantangan dengan lebih efektif.
Gentle parenting merupakan pendekatan yang menekankan pentingnya hubungan dan pengertian dalam pengasuhan anak, menciptakan lingkungan di mana anak-anak dapat berkembang dengan penuh rasa hormat dan empati.
Pilihan Editor: Psikolog: Gentle Parenting Bantu Kembangkan Kecerdasan Emosional Anak