TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut malnutrisi sebagai kekurangan, kelebihan, atau ketidakseimbangan dalam asupan energi maupun nutrisi. Malnutrisi dapat menyebabkan berbagai gangguan biologis pada penderita, termasuk penurunan imunitas, mental, kekuatan otot, hingga gangguan fungsi jantung.
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, mengingatkan malnutrisi dapat menyebabkan penurunan imunitas sehingga perlu segera ditangani. Menurutnya, malnutrisi sering tidak terdiagnosis dengan baik sehingga penanganan menjadi terlambat dan berdampak pada kegagalan dalam proses penyembuhan dan berujung pada peningkatan morbiditas dan kematian.
"Yang terjadi saat mengalami malnutrisi adalah penurunan imunitas karena daya tahan tubuh berkurang. Itulah mengapa semakin susah mengobati pasien malnutrisi," kata Ari dalam diskusi "Pekan Sadar Malnutrisi 2024" di Jakarta, Selasa, 17 September 2024.
Karena itu, Dekan FKUI ini mendorong pencegahan malnutrisi lewat asupan gizi seimbang untuk mempersiapkan generasi emas yang sehat, berkualitas, dan berdaya saing. Namun, upaya ini perlu keterlibatan berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi nonpemerintah, tenaga kesehatan, serta masyarakat umum untuk bersama-sama menggalakkan edukasi dan intervensi gizi.
"Malnutrisi bukan hanya kekurangan gizi sehingga harus teridentifikasi sejak awal saat pasien bertemu dokter," ujarnya.
Kurus belum tentu kurang gizi
Ari juga mengatakan intervensi nutrisi harus dilakukan sejak dini jika dalam pemeriksaan awal terdeteksi adanya malnutrisi yang sedang atau berat. Adapun, penilaian malnutrisi meliputi anamnesis, pemeriksaan antropometri, laboratorium, dan pemeriksaan khusus lainnya.
"Orang kurus belum tentu malnutrisi, begitu juga orang gemuk juga belum tentu tidak mengalami malnutrisi," jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, peneliti dan praktisi bidang kedokteran komunitas dan kedokteran kerja, Ray Wagiu Basrowi, mendorong adanya kolaborasi seluruh pemangku kepentingan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pencegahan malnutrisi. Menurutnya, inisiatif mencegah malnutrisi diperlukan karena gizi berperan penting dalam membawa perubahan positif pada kesehatan dan kualitas hidup manusia.
"Pencegahan malnutrisi merupakan langkah krusial untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan optimal pada anak serta menjaga kesehatan masyarakat secara keseluruhan," katanya.
Ia menjelaskan salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah Health Belief Model (HBM), yang merupakan kerangka psikologi untuk memahami bagaimana keyakinan seseorang terhadap kesehatan mempengaruhi keputusan dalam mengambil tindakan pencegahan. Dengan HBM, masyarakat bisa lebih efektif meningkatkan kesadaran tentang risiko malnutrisi dan dampak serius yang ditimbulkan.
HBM juga membantu kita memahami manfaat tindakan pencegahan meski ada tantangan seperti akses terhadap makanan bergizi. Ray juga menjelaskan pentingnya menciptakan isyarat yang mendorong tindakan pencegahan dan membangun keyakinan pada setiap individu dan keluarga bahwa mereka mampu memenuhi kebutuhan gizi yang tepat.
"Perusahaan yang fokus pada nutrisi juga adalah mitra, bukan hanya rantai pemasaran saja, karena produk nutrisi, riset, dan inisiatif sosial kita berikan untuk mencegah malnutrisi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia,” kata direktur Medical & Scientific Affairs di Nutricia Sarihusada itu.
Pilihan Editor: Tekan Angka Prevalensi Stunting di Kota Depok, Ini yang Dilakukan IHWG dan FKUI