TEMPO.CO, Jakarta - Hampir semua orang yang hidup seperti sibuk mencari cinta yang sempurna. Cinta yang membuat hati hangat dan mampu melupakan segala yang buruk, seakan-akan dunia berhenti. Tentunya, semua orang ingin cinta yang langsung bikin bahagia, seperti mie instan yang tinggal diseduh.
Cinta yang bikin kita rela bolos kerja cuma biar bisa menghabiskan sepanjang hari bersama dia. Tapi, apakah cinta benar-benar hanya soal rasa senang yang sementara?
Dilansir dari Psychologi Today, cinta memang terasa begitu indah di awal. Anda merasa semua jadi lebih mudah saat ada dia. Tapi, seperti semua hal, pasti ada saat di mana masalah datang. Hubungan yang tadinya bikin nyaman, tiba-tiba mulai terasa berat. Di sinilah banyak dari kita keliru.
Keajaiban cinta itu bukan soal perasaan manis di awal, tapi soal penyembuhan yang terjadi setelah Anda dan dia melewati semua masalah.
Penyembuhan dalam cinta datang saat Anda dan dia benar-benar menghadapi luka masing-masing, trauma masa lalu dan semua rasa sakit yang pernah ada. Itu adalah proses panjang yang tidak instan.
Anda harus berani untuk jujur, membicarakan hal-hal sulit, dan kadang harus melihat kesalahan diri sendiri. Tapi, banyak orang tidak sampai di sini, karena kebanyakan dari kita lebih milih lari daripada duduk dengan rasa sakit itu. Cinta sering kali bikin takut, karena menyembuhkan luka itu butuh usaha, dan keajaiban penyembuhan itu tidak bisa datang begitu saja.
Menurut Teori Hubungan Imago, hubungan itu sebenarnya adalah cara kita untuk menyembuhkan luka masa kecil. Kita tanpa sadar memilih pasangan yang mirip dengan orang tua kita, atau setidaknya orang yang memiliki sifat-sifat yang kita inginkan dari pengasuh kita dulu.
Kita berharap, lewat pasangan ini, kita bisa merasa utuh lagi, atau bahkan utuh untuk pertama kalinya. Kita ingin kesempatan kedua untuk mendapatkan cinta yang dulu nggak kita dapatkan dari orang tua.
Pikirkan ini sebentar. Cinta itu seindah bagaimana tanaman mengubah sinar matahari jadi energi, atau bagaimana tubuh kita bisa memperbaiki luka. Cinta, pada intinya, memang ditujukan untuk menyembuhkan kita.
Rasa Aman yang "Aneh"
Dalam sebuah artikel di Psychology Today, penulis bercerita tentang pasangannya, Vanessa yang telah menjalani hubungan selama tujuh tahun. Satu hari Vanessa pernah bilang kalau dia merasa aman dengan penulis, tapi dengan cara yang "aneh."
Bukan rasa aman yang biasa dia dapat dari teman atau keluarga. Awalnya penulis tidak mengerti, tapi setelah mengobrol soal bagaimana perasaan di hubungan, penulis mulai paham.
Rasa aman itu bukan berarti hubungan kita tanpa masalah. Mereka juga sering bertengkar, sama kayak pasangan lainnya. Tapi, ada sesuatu yang beda. Mereka berdua bisa memberikan ruang bagi satu sama lain untuk jadi diri sendiri, tanpa takut dihakimi atau dikendalikan. Ini adalah sesuatu yang nggak pernah kami alami di hubungan sebelumnya. Mungkin itulah kenapa rasanya “aneh,” karena ini baru buat mereka.
Yang membuatnya "aneh" bukan cuma rasa aman itu, tapi penyembuhan yang terjadi di dalamnya. Selama bertahun-tahun, kami berdua berusaha menghadapi trauma masa lalu, kebiasaan buruk, dan semua rasa sakit yang masih tertinggal. Mereka berusaha untuk mencintai satu sama lain dengan jujur, bahkan ketika itu terasa sulit. Dan perlahan, mereka mulai sembuh.
Penyembuhan itu nggak terjadi sekali. Ini adalah proses yang butuh waktu, berulang-ulang, sampai akhirnya tubuh dan hati kita mulai percaya. Inilah keajaiban cinta: kemampuan untuk menyembuhkan, bukan karena ketergantungan, tapi karena kita memilih untuk terus mencintai.
Jadi, kalau Anda merasa galau karena cinta terasa berat, ingatlah, cinta sejati bukan soal perasaan manis di awal, tapi tentang bagaimana Anda dan dia bisa saling menyembuhkan. Cinta itu perjalanan, dan penyembuhan adalah bagian dari keajaibannya.
Pilihan editor : Ragam Cara Mengungkapkan Cinta, Tak Selalu Lewat Kata-kata