TEMPO.CO, Jakarta - Setiap wanita yang memasuki usia paruh baya pasti akan mengalami menopause dengan 7-14 tahun yang mendahuluinya disebut perimenopause. Selama masa transisi itu, rahim akan berhenti bekerja sehingga menyebabkan menurunnya produksi hormon seperti estrogen dan progesteron.
Perubahan hormon itu memunculkan banyak gejala yang tak nyaman terkait menopause dan perimenopause. Contohnya keringat malam, berat badan yang naik turun, perubahan siklus haid, perubahan suasana hati, dan menurunnya fungsi kognitif seperti mudah lupa dan sulit berkonsentrasi.
Satu gejala umum lain adalah hot flashes yang dialami sekitar 70 persen perempuan pada satu waktu di masa transisi menopause, jelas Rebecca Thurston, pengajar psikiatri dan peneliti menopause di Universitas Pittsburgh di Amerika Serikat.
Apa itu hot flashes?
Hot flashes adalah episode rasa panas yang intens yang sering diikuti banyak keringat. "Biasanya terjadi dalam beberapa menit dan waktunya acak pada siang atau malam hari," jelas Thurston kepada USA Today.
Pada kebanyakan wanita, hot flashes terasa seperti rasa panas yang intens dan cepat yang berawal dari dada dan kemudian naik ke leher dan wajah dengan efek gangguan tidur," papar Dr. Ruta Nonacs, psikiater perinatal dan reproduksi di RSUP Massachusetts.
Baca juga:
Tak semua wanita di masa menopause dan perimenopause mengalaminya. Hanya sekitar 70 persen perempuan di masa perimenopause dan 80 persen di masa menopause yang mengalaminya. Bagaimana mengatasinya?
Pengobatan bervariasi, tergantung keparahan, frekuensi, dan penyebab. "Jika gejalanya ringan, kami menyarankan menghindari pemicu seperti makanan panas atau pedas, minuman berkafein, alkohol, dan pakai baju berbahan ringan," saran Nonacs.
Namun bila gejala sudah parah, pasien mungkin butuh pengobatan lebih serius seperti antidepresan atau obat pengatur aktivitas hormon seperti sertraline dan fluoxetine.
Pilihan Editor: Tips Atasi Rambut Rontok di Masa Menopause