Asbestosis termasuk kategori salah satu risiko penyakit yang berkaitan dengan kerja. Bahan asbestos sendiri tergolong kategori bahan beracun berbahaya (B3). Nama penyakit yang muncul akibat terpapar bahan yang banyak digunakan oleh industri itu adalah asbestosis.
Penyakit yang bisa mengakibatkan kematian itu salah satu tandanya adalah iritasi pada selaput paru-paru disertai penebalan jaringan terus-menerus. Kondisi itu bisa menyebabkan paru-paru mengecil dan mengalami pengerasan.
Darisman mengatakan, penyakit itu tidak bisa didiagnosis hanya lewat rontgen biasa. Tanda-tanda asbestosis hanya bisa diketahui jika penderita menjalani CT Scan pada organ paru-parunya. Risiko penyakit itu sendiri sangat bergantung pada kadar dan intensitas seseorang bersentuhan dengan asbestos.
Sejumlah negara telah melakukan pelarangan terhadap bahan baku itu setelah melojaknya penderita penyakit itu. Inggris misalnya, puncak penggunaan asbestos dalam industriya pada 1970 mengalami ledakan penderita asbestosis pada 1999. Sementara itu, Belanda yang mencatatkan konsumsi asbestos tertinggi pada 1976 mengalami ledakan penyakit asbestosis pada 1997. Jepang bahkan punya istilah Kubota Shock Wave untuk merujuk pada ledakan penyakit itu pada 2005.
Sejumlah kasus di berbagai negara itu menunjukkan risiko penyakit asbestosis tidak hanya menjangkiti pekerja yang bekerja dalam industri yang menggunakan bahan itu. Penyakit itu ditemukan juga pada warga yang tinggal dalam radius dua kilometer dari pabrik akibat ikut menghirup debu asbestos.
Mayoritas negara Eropa, serta Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan sudah merilis aturan yang melarang penggunaan bahan itu, termasuk produk barang yang dihasilkannya. Menyusul Thailand yang kini tengah menyusun aturan serupa. Saat ini negara berkembang yang mayoritas masih menggunakan bahan baku itu. Indonesia sendiri mengimpor bahan baku itu dari Rusia, Kanada, dan Brazil.
Dia mengatakan, dari data yang diperoleh lembaga itu, impor bahan baku asbestos ke Indonesia mulai mengalami lonjakan mulai 2000, setelah bahan baku ini mulai diperkenalkan di industri Indonesia sejak 1951. Pada 2006 impor bahan baku itu menembus 60 ribu ton per tahun, yang menempatkan Indonesia di posisi 10 besar pengguna bahan itu, dan pada 2009 sudah mencapai 90 ribu ton per tahun dan mendudukkan Indonesia di posisi 4 dunia.
Dari data yang dikumpulkanya, total terdapat 28 perusahaan di Indonesia yang menggunakan asbestos sebagai bahan baku produknya. Mayoritas produknya di Indonesia berupa ampas rem kendaraan bermotor serta atap. Konsentrasi pabrik itu berada di Malang, Tanggerang, Bekasi, Jakarta, serta Cibinong.
Darisman mengatakan, pemerintah Indonesia harus mulai mewaspadai penyakit akibat bahan berbahaya itu. Dia beralasan, risiko akibat terpapar debu bahan itu tak hanya pada pekerja pabrik tapi juga pada warga sekitarnya. Dia mencontohkan, salah satu pabrik yang menggunakan asbestos sebagai bahan bakunya, dalam radius 2 kilometer terdapat belasan TK, SD, SMP, serta SMA.
Menurut dia, hingga saat ini belum ada satu pun kasus resmi penyakit itu dilaporkan di Indonesia. Dia menduga, kasus itu belum ditemukan karena masih banyak tenaga medis yang paham penyakit yang timbul akibat risiko kerja itu plus minimnya pelaporan soal penyakit yang disebabkan risiko kerja. Soal kapan ledakan penyakit itu terjadi di Indonesia, Darisman mengatakan, tidak tahu. ”Kasus di negara lain butuh waktu 10 tahun untuk terjadinya ledakan itu,” katanya.
Perwakilan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Dwi Sawung, dalam diskusi itu punya dugaan berbeda. Dia menduga kasus asbestosis itu sudah ada di Indonesia. Soal belum tercatatkan resmi, dia menduga, karena buruknya pendataan soal kesehatan di Indonesia. Dia sendiri pernah mendapat informasi ditemukannya penderita penyakit ini di RS Paru dr Rotinsulu, Bandung. Hanya sang pasien keburu menghilang, tidak memeriksakan dirinya lagi sehingga tidak diketahui muasalnya.
Pada 17 Oktober nanti di Bandung, akan digelar pertemuan tahunan Asian Banned Asbestos. Pertemuan itu akan diikuti jaringan aktivis penolak penggunaan bahan itu dari negara-negara ASEAN, China, Hong Kong, Taiwan, Jepang, Korea, Amerika, Australia, Prancis, serta Inggris. Pertemuan itu untuk mendukung gerakan akar rumput menolak penggunaan asbes di Indonesia.
Ahmad Fikri