Prof. Andrijono yang juga merupakan Wakil Ketua HOGI (Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia) dan Wakil Ketua IPKASI (Inisiatif Pencegahan Kanker Serviks Indonesia) menjelaskan, kanker serviks bisa menimbulkan beban besar secara sosial dan ekonomi. “Perlu diingat kanker serviks sangat dapat dicegah, melalui deteksi dini,” ujarnya.
Pertemuan ini terdiri dari workshop ilmiah yang mengangkat berbagai aspek klinis dan perkembangan ilmu kedokteran terkiat kanker serviks dan menampilkan lebih dari 40 dokter sebagai pembicara dan diikuti ratusan dokter ginekolog (ahli kandungan), epidemiolog, patolog, onkolog (ahli kanker) dan dokter umum.
Pertemuan ini juga akan dihadiri oleh Menteri Kesehatan dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan diikuti oleh ratusan dokter praktisi kesehatan, ilmuwan, pembuat kebijakan (pemerintah) dan lembaga swadaya masyarakat.
AOGIN merupakan organisasi internasional yang memiliki tujuan mengurangi angka infeksi oleh humanpapilomavirus (HPV) pada sistem reproduksi wanita. AOGIN yang beranggotakan 16 negara Asia Oceania dan Pasifik memiliki misi untuk bekerja sama dengan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, penyedia layanan kesehatan dan masyarakat dalam mengurangi beban penyakit karena HPV ini.
Kanker serviks merupakan kanker terbanyak nomor dua di seluruh dunia maupun di Indonesia. Menurut WHO, tiap tahun ada 500.000 kasus baru kanker serviks di dunia. Separuhnya berakhir dengan kematian dan hampir 80 persen kasus terjadi di negara berpendapatan rendah.
Di Indonesia, lebih dari 70% kasus kanker serviks ditemukan saat sudah stadium lanjut. Angka kejadian setiap satu jam seorang perempuan meninggal karena kanker serviks. Kanker serviks yang disebabkan oleh infeksi human papillomavirus (HPV), memiliki angka kejadian dan kematian yang cukup tinggi, namun penyakit ini dapat dicegah, melalui vaksinasi HPV dan dengan melakukan deteksi dini yang dapat menemukan kelainan dalam stadium prakanker sehingga dapat dilakukan terapi secepatnya. NUR ROCHMI