Rohani, 58 tahun, misalnya, berusaha memperlakukan cucunya yang berusia 5 tahun, Muh. Affan, seperti anak normal. “Kadang dia sibuk dengan dunianya sendiri,” katanya. Kalau sudah begitu, biasanya Rohani akan mendekati Affan dan berusaha mendapatkan perhatiannya. “Biasanya saya bilang, Affan dengar, ini kan Nenek lagi ngomong, coba lihat Nenek, perhatikan Nenek ngomong apa.”
Menurut Rohani, kita harus lebih lembut dan tenang. Setelah mendapat perhatian sang anak, barulah kita mengajak berbicara. Jika orang tua memaksakan kemauannya, anak bisa memberontak.
Indria Siregar, terapis di Rumah Sekolah Cendekia Berseri, mengatakan menangani anak yang kesulitan berkomunikasi biasanya dimulai dengan terapi perilaku. Mula-mula diminta duduk diam, diberi perintah sederhana, untuk melihat fokus dan kontak matanya. Setelah itu, barulah diterapi motorik halus dan motorik kasar. Terapi bicara juga bisa dilakukan lewat pemijatan di wajah atau menyikat bagian langit-langit dan lidah. Cepat atau lambat keberhasilan terapi juga berhubungan dengan upaya orang tua.
Menurut dia, berkomunikasi dengan anak autis sama seperti anak normal. Jika anak sudah bisa berkomunikasi dua arah, kita harus cari kalimat yang singkat. Kalau kita bertanya dan tidak dijawab oleh si anak, bahkan sampai tiga kali, kita bisa membantunya menjawab.
REZKI ALVIONITASARI