TEMPO.CO, Bandung - Tak puas hanya bisa memainkan, sejumlah orang mengidamkan bisa membuat gitar sendiri. Selain agar enak dipakai, peserta kursus membuat gitar ingin bisa menjualnya. Kesabaran menjadi kunci suksesnya.
Sudah tiga bulan Luthfi Kindi Ghiffary ikut kursus pembuatan gitar di bengkel kerja gitar Secco di Bandung milik luthier Yosefat Wenardi Wigono, 52 tahun. Lulusan Desain Produk ITB 2015 itu kini sedang menyelesaikan papan badan gitar akustik bagian belakang. “Bahannya pakai kayu akasia lama, diserut bolong terus ditambal sama bubuk kayunya. Seru sih belajar di sini,” katanya, beberapa waktu lalu.
Sehari-hari ia membantu kakaknya yang membuat pedang serta panah di Bandung. Di sela waktu siang atau sore, pemain piano itu kursus membuat gitar hingga menjadi hobi barunya sekarang. “Jadi lebih suka bikin alat musik akustik sampai lupa waktu. Asyiknya itu harus presisi walau tidak memakai ukuran yang paten, pakai perasaan, sampai suaranya jadi bagus,” kata Luthfi.
Murid lainnya, Helman, terlihat bersusah payah menempelkan seutas panjang potongan kayu ke sisi bagian depan badan gitar yang meliuk-liuk dengan peralatan penjepit di meja template gitar. Proses yang disebut bending itu semacam membingkai tubuh gitar. “Ini mau dilem, tapi masih masih ada bagian yang menganga,” kata pembuat mebel usaha keluarga asal Jakarta itu.
Sudah empat bulan Helman kos di Bandung. Dia sengaja kursus agar usahanya berkembang sebagai pembuat gitar. Dari rekomendasi beberapa orang dan hasil pencariannya sendiri, ia menemukan tempat belajar langsung selain dari Internet. “Dari awal semua bikin sendiri, nggak ada yang bantu. Harus sabar, kalau nggak bisa gagal,” kata pria yang masih lajang itu.
Menurut Wenardi, peserta kursus di tempatnya kebanyakan berasal dari lulusan desain produk atau pengrajin kayu. Dia tak menganggap mereka kelak sebagai pesaing. “Justru saya maunya kita ini bersatu untuk bersaing dengan merek luar,” ujarnya.
ANWAR SISWADI