TEMPO.CO, Jakarta - Banyak orang menyepelekan gangguan tidur. Oleh sebagian orang, mengantuk pada siang hari atau tidur lebih dari enam jam dianggap sebagai kemalasan. Padahal kurang tidur bisa berdampak buruk bagi kesehatan.
Dokter dari Klinik Gangguan Tidur Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, Yogyakarta, Astuti, mengatakan tidur diperlukan untuk konsolidasi energi, konsolidasi memori, kesehatan otak, reparasi, dan pertumbuhan. Ini bisa dicapai dengan tidur yang berkualitas dan sehat. Kebutuhan tidur pada orang dewasa mencapai tujuh-delapan jam per hari.
Namun banyak orang mengalami gangguan tidur, terutama insomnia—gangguan tidur yang paling banyak dialami penduduk dunia. The American Academy of Sleep Medicine pada 2014 mencatat, 30-35 persen penduduk dewasa Amerika Serikat memiliki gejala singkat insomnia.
Sebanyak 15-20 persen memiliki gangguan tidur jangka pendek kurang dari tiga bulan dan 10 persen memiliki gangguan insomnia kronis yang mendera paling tidak tiga kali dalam sepekan dalam jangka paling tidak tiga bulan.
Sedangkan data riset internasional yang dilakukan US Census Bureau International Data Base pada 2004 menyebutkan, dari penduduk Indonesia yang berjumlah 238,452 juta, sebanyak 28,053 juta atau sekitar 11,7 persen di antaranya menderita insomnia atau.
Ada empat jenis insomnia. Pertama, kesulitan jatuh tertidur. Saat kepala sudah menyentuh bantal, keinginan untuk tidur besar, tapi tak juga jatuh tertidur. "Sudah guling-guling tapi ya tetap enggak bisa tidur," ujar Astuti dalam acara diskusi tentang insomnia di Jakarta, Jumat pekan lalu.
Kedua, gampang jatuh tertidur tapi sering terbangun pada malam hari, kecuali terbangun untuk pipis. Ketiga, early wake-up atau gampang jatuh tertidur tapi bangunnya terlalu pagi. Misalnya, seseorang tertidur pada pukul 21.00, lalu terbangun pada pukul 02.00 dan tak bisa tidur lagi. Yang terakhir, tidur yang tak berkualitas atau tidur dangkal.
Kalau kebutuhan tidur ini tak terpenuhi, efeknya akan mengganggu kesehatan. Dokter dari Klinik Gangguan Tidur Mitra Keluarga, Kemayoran, Jakarta Pusat, Andreas Prasadja, menuturkan kebutuhan akan tidur yang tak dipenuhi dapat membuat seseorang pada siang hari menjadi ngantukan, terjadi gangguan atensi, mood-nya jelek, mudah tersinggung, kurang berkonsentrasi, kesulitan mengambil keputusan, berisiko mengalami gangguan kecemasan dan depresi, serta kinerjanya menurun.
Bagi kesehatan, kurang tidur juga terbukti membuat daya tahan tubuh menurun, kegemukan, diabetes, terserang penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi. "Insomnia juga bisa menyebabkan kecelakaan saat berkendara karena ngantuk," katanya.
Untuk mengatasinya, Andreas menyarankan memperbaiki kebiasaan tidur. Salah satunya dengan menciptakan suasana kamar yang nyaman dan berpikir positif. Tubuh juga harus dalam kondisi rileks. "Yang dicari itu bukan tidurnya, melainkan rileksnya. Kalau bisa rileks, baru bisa tidur," ujarnya.
NUR ALFIYAH