TEMPO.CO, Jakarta - Medium perekam suara dalam bentuk vinyl atau piringan hitam kembali berjaya. Hal ini ditandai dengan sejumlah musikus dalam negeri yang tidak segan-segan merekam lagunya dalam cakram jenis plastik ini.
Di antara sederet musikus itu adalah Nidji lewat album Breakthru. Sebelumnya ada grup musik NAIF melalui album Naif (1998), Jangan Terlalu Naif (2000), dan Titik Cerah (2002), juga White Shoes and the Couples Company melalui mini album Menyanyikan Lagu2 Daerah (2014).
Salah satu perusahaan rekaman yang memproduksi album piringan hitam adalah Demajors. Perusahaan rekaman indie ini yang merilis ulang album NAIF dalam bentuk piringan hitam, yakni Naif (1998), Jangan Terlalu Naif (2000), dan Titik Cerah (2002). Untuk setiap album diproduksi 1.500 keping piringan hitam. Angka yang fantastis dari rata-rata produksi piringan hitam sebanyak 500 keping per albumnya.
Selain dalam album NAIF, Demajors menggunakan medium perekam suara piringan hitam dalam album Vakansi (2012) dan Menyanyikan Lagu2 Daerah (2014) karya White Shoes and the Couples Company.
Pada 2017, Demajors akan merilis beberapa judul piringan hitam dalam format 12 inci dan tujuh inci. Produksi ini untuk menyambut Record Store Day Indonesia.
Rencananya, ada empat piringan hitam yang akan dirilis, yakni merilis ulang album salah satu band di Jakarta dan tiga single yang sesuai dengan format piringan hitam.
Persiapan produksi piringan hitam sudah dilakukan sejak November. Jika sesuai dengan rencana, piringan hitam baru bisa dirilis maksimal pada April 2017.
"Demajors berawal dari toko piringan hitam, yang kemudian menjadi label musik. Ketika menjadi label musik, budaya piringan hitam tidak pernah hilang dari keseharian Demajors. Bagi Demajors, memproduksi piringan hitam adalah romantisme dan gairah bagi Demajors," tutur Project Manager Demajors Anthono Oktoriandi kepada Bisnis.
Pasar piringan hitam memang tidak terlalu besar di Indonesia. Namun, menurut Anthono, pasar pencinta piringan hitam masih sangat mungkin berkembang di masa depan. Apalagi jika melihat harga alat pemutar piringan hitam dan piringan hitam itu sendiri yang semakin terjangkau.
Permintaan terhadap piringan hitam semakin meningkat, apalagi sejak ini menjadi tren. Meski begitu, permintaan ini tidak bisa disamakan dengan permintaan dalam format konvensional lain, seperti CD.
"Terlepas dari tren ataupun tidak, kami pasti akan merilis piringan hitam. Bagi kami, piringan hitam adalah salah satu gairah kami," ujar Anthono.
NAIF juga berencana merilis album ke-7 mereka, yang juga dalam bentuk piringan hitam, pada 2017. Album yang telah dipersiapkan sejak lebih dari dua tahun itu kini sudah memasuki tahap cover album.
Bagi grup musik yang terdiri atas David Bayu Danangjaya (vokal), Fajar Endra Taruna (gitaris), Franki Indrasmoro Sumbodo (pemain drum), dan Mohammad Amil Hussein (pemain bass), karya musik mereka memang lebih cocok dicetak dalam medium piringan hitam. Karakter piringan hitam yang vintage seirama dengan tema musik mereka yang retro. Selain itu, album dalam bentuk piringan hitam menjadi bagian dari strategi memasarkan karya musik mereka, di tengah kondisi penjualan album fisik yang turun.