TEMPO.CO, Jakarta - Fobia bernama fear of missing out atau FOMO banyak diidap anak muda. Mereka takut tertinggal tren, informasi, atau perkembangan melalui media sosial. Makna FOMO juga bisa meluas menjadi kecemasan dari orbit pertemanan jika tidak eksis di media sosial.
Fobia ini bukan sesuatu yang tidak bisa diatasi. Pegiat media sosial Enda Nasution menuturkan bahwa FOMO memiliki antitesis yang bisa menjauhkan rasa cemas dari ketertinggalan informasi tersebut. Salah satu caranya adalah detoksifikasi media sosial.
Detoksifikasi media sosial bisa dilakukan dengan cara uninstall aplikasi media sosial di telepon seluler Anda. Hal ini dilakukan untuk mengetahui efek yang dihasilkan dari ketidakmampuan Anda mengakses media sosial. "Dilakukan dalam kurun waktu tertentu," kata Enda kepada Tempo pada Senin lalu. Baca: Alami Osteoarthritis, Coba Ubah Menu Makan Anda
Fenomena FOMO terjadi sejak beberapa tahun belakangan sejak derasnya penggunaan media sosial di masyarakat. Perusahaan asuransi dan manajemen aset Allianz mengemukakan hasil penelitian di Amerika Serikat pada Februari lalu, dan hasilnya adalah 55 persen responden mengaku mengalami FOMO.
Ilustrasi Facebook dan Twitter/ media sosial. REUTERS/Dado Ruvic
Douglas A. Boneparth-pemimpin perusahaan konsultan dan perencana keuangan Bone Fide Wealth yang berbasis di New York-mengatakan sindrom tersebut paling banyak dialami generasi milenial, generasi yang paling banyak terekspos teknologi."Generasi milenial senang menikmati pengalaman baru dan mengunggah foto liburan dan acara-acara mereka di Instagram, Facebook, Snapchat, dan lain-lain," kata Boneparth. "Mereka inilah yang mengidap sindrom tersebut." Baca: Pria, Suka Gaya Kasual? Ikuti Tips Fashion Berikut Ini
Survei yang dirilis Mylife.com pada 2013 juga menyebutkan 56 persen orang takut kehilangan informasi, berita, dan status terbaru di media sosial Facebook ataupun Twitter jika berada jauh dari Internet. Lalu sekitar 26 persen di antaranya rela tidak makan, minum, ataupun merokok demi bisa mengakses akun media sosial mereka.
Program detoksifikasi media sosial, kata Enda, juga bisa dilakukan dengan cara lain. Misalnya, mengurangi frekuensi memperbarui status media sosial dan mengatur frekuensi Anda mengecek surat elektronik. "Harus dikelola informasi yang datang ke kita, jangan menyerah," ujar Enda. Baca: Kemdikbud Siapkan Bantuan Dana Buat Film tentang Karakter Bangsa
Enda menjelaskan, fenomena FOMO terjadi karena era media sosial menyajikan informasi yang begitu banyak bagi masyarakat. Belum lagi kehadiran aplikasi media sosial pada gawai yang dilengkapi dengan fitur notifikasi akan membuat masyarakat sulit lepas dari media sosial. Meski pengguna media sosial mayoritas adalah anak muda, tidak menutup kemungkinan generasi yang lebih senior juga mengidap FOMO jika ia merupakan pengguna media sosial yang aktif.
Ilustrasi berbagi foto kuliner di media sosial. Digitalcoco.com
Menurut Enda, semua media sosial berperan terhadap lahirnya FOMO, termasuk aplikasi percakapan seperti WhatsApp dan Line yang semakin mempercepat peredaran informasi di masyarakat. "Semua media sosial berperan, kombinasi dari semua itu." Baca: Sudahkan Anda Memiliki Keluarga Sehat? Cek 12 Indikator Ini
Enda juga mengungkapkan, tidak bisa dipukul rata informasi seperti apa yang membuat orang paling tidak ingin tertinggal. Ia melihat ada orang yang tidak ingin tertinggal informasi dan gosip seputar selebritas. Ada juga orang yang tidak ingin tertinggal informasi lainnya.
KORAN TEMPO