TEMPO.CO, Jakarta - Seorang anak bernama Wade hidup di lingkungan kumuh, tidak punya teman, dan orang tuanya kasar. Untuk keluar dari kenyataan hidup, ia menenggelamkan diri di Virtual Reality (VR), perangkat digital yang memungkinkannya berinteraksi dengan dunia virtual yang disimulasikan oleh komputer.
Wade terbawa perasaan. Ia sulit membedakan mana kehidupan nyata dan kehidupan yang hanya bisa dilihat melalui VR. Meski kisah Wade hanya ada di film Ready Player One, keberadaan perangkat VR di dunia nyata saat ini tengah populer. Baca: Pasangan Jarang Bilang I Love You, Artinya Cinta atau Tidak?
Terhadap Tren "Virtual Reality" pada Anak
Survei rilisan Common Sense, organisasi nirlaba di San Francisco yang bergerak di bidang penyedia informasi, penggunaan teknologi, dan media yang aman untuk anak serta keluarga menyebut satu dari lima keluarga di Amerika Serikat mempunyai VR di rumah.
Bukan tidak mungkin demam VR juga akan melanda Indonesia mengingat, benda ini mulai diperjualbelikan di Tanah Air sejak 2016. Sebelum memutuskan membeli VR, Anda perlu mengetahui plus minus peranti ini untuk si buah hati.
Dunia VR yang menakjubkan ternyata sangat memengaruhi pikiran anak-anak termasuk kemampuan kognitif dan membentuk perspektif mereka terhadap suatu hal. Masih dari studi yang dilakukan Common Sense, orang tua mengatakan VR mempunyai efek yang sangat kuat terhadap perilaku anak. Peranti elektronik itu dapat memprovokasi respons anak terhadap pengalaman virtual seperti halnya ketika mereka mendapat pengalaman di dunia nyata. Baca: Vespa Klasik Kembali Populer, Apa Kelebihannya?
Orang tua menuding karakter-karakter di VR memengaruhi kehidupan anak, bahkan lebih besar pengaruhnya ketimbang karakter di layar kaca atau komputer. Ditinjau dari aspek kesehatan, 60 persen orang tua khawatir VR berdampak buruk terhadap kesehatan anak-anak. Kekhawatiran itu didukung fakta, 13 persen orang tua yang mengikuti survei mengaku anak mereka pernah menabrak sesuatu saat menggunakan VR, 11 persen anak pernah mengalami sakit kepala ringan, 10 persen sakit kepala berat, dan 8 persen lainnya mengalami iritasi mata.
Sisi baiknya, VR dinilai sebagai alat potensial untuk mengembangkan empati anak. Sebanyak 56 persen orang tua dari anak berusia 8 hingga 17 tahun yang menggunakan VR menyetujui hal ini. “VR merupakan teknologi baru yang menarik dan sudah menunjukan potensi menjanjikan dalam mengajarkan anak kemampuan penting dalam hidup seperti berempati dan kemampuan perspektif yang baik,” kata CEO Common Sense, James P. Steyer.
TABLOID BINTANG