TEMPO.CO, Jakarta - Meninggalnya Rifai Pamone mengejutkan berbagai pihak. Seperti dikutip dari laman Metrotvnews edisi 28 Desember 2018, Kakak kandung Rifai, Yusuf Pamone, yang dihubungi via telepon, mengaku tidak menyangka akan kepergian adiknya. Ia menyebut pada Kamis, 27 Desember 2018, kondisi adiknya masih sehat.
Baca juga: Tempat Kerja, Salah Satu Tempat Risiko Tinggi Penyebaran TBC
Baca Juga:
"Memang karena sempat sesak nafas, berdahak, kami sempat bawa ke RS kemarin sore jam 5 sore Wita," kata Yusuf Pamone. Di beberapa media, juga disebutkan jika Rifai menderita tuberculosis atau TBC.
Terkait TBC, seperti ditulis KORAN TEMPO edisi 27 Maret 2018, saat itu Menteri Kesehatan Nila Moelek pernah mengingatkan, bahwa Indonesia belum terbebas dari TBC. Bahkan negara ini merupakan negara kedua dengan kasus TBC terbanyak di dunia. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2015 menunjukkan ada 10,4 juta orang yang menderita TBC di dunia. Sebanyak 1,02 juta di antaranya berasal dari Indonesia.
Parahnya lagi, dari satu juta penyandang TBC tersebut, hanya sepertiga yang berhasil ditemukan dan menjalani pengobatan. "Ada yang sudah ditemukan dan diobati tapi belum dilaporkan. Tapi masih ada kasus TBC yang belum ditemukan," kata Nila Moeloek.
Seorang pasien tuberculosis memperlihatkan obat anti-TB saat mendapatkan perawatan di rumah sakit di Srinagar, 23 Maret 2015. India termasuk dalam daftar negara-negara dengan 80 persen penderita TB di dunia. Yawar Nazir/Getty Images
WHO Global Tuberculosis Report 2016 memprediksi ada satu juta kasus TBC baru di Indonesia setiap tahun, dengan estimasi angka kematian 110 ribu jiwa. Dari angka tersebut, jumlah pengidap laki-laki lebih banyak dibanding perempuan dan mayoritas berusia di atas 14 tahun. Meski demikian, angka kejadian yang diketahui atau dilaporkan hanya 35 persen atau 360 ribu kasus.
Data yang sama mengungkapkan, hanya 19 persen populasi yang mengetahui TBC dapat diobati secara gratis dan 26 persen saja yang mengenali gejala TBC dengan baik. Padahal seseorang yang tidak mendapat pengobatan TBC dengan baik dapat menularkan penyakit tersebut ke setidaknya 10 orang dalam setahun. "Hal inilah yang menyebabkan TBC seolah tak ada habisnya di Indonesia," kata Nila.
TBC adalah penyakit menular paru-paru yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditemukan oleh Robert Koch pada 24 Maret 1882. TBC menyerang paru-paru dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain, seperti sistem kelenjar getah bening, persendian, dan urogenital. Sebanyak 50 persen pengidap TBC yang tak diobati akan berhadapan dengan kematian. Orang-orang yang kecanduan alkohol mengidap diabetes melitus, sementara perokok lebih rentan terpapar penyakit ini.
Menurut dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Erlina Burhan, batuk terus-menerus selama lebih dari dua pekan merupakan gejala khas TBC. Batuk tersebut kadang disertai darah yang ikut keluar lewat dahak. Gejala lainnya adalah demam dan keringat malam meski udara sejuk.
Dia menuturkan, bakteri ini disebarkan lewat udara ketika penderita TBC meludah atau bersin. Karena itu, Erlina mengingatkan untuk tidak membuang ludah sembarangan. "Kalau mengidap TBC, kumannya akan tersebar ke udara dan terhirup oleh orang di sekitarnya," kata dia. Begitu pula saat batuk. Erlina menyebutkan ada sekitar 3.500 kuman yang tersebar ke udara saat batuk.
Adapun Nila Moelek mengungkapkan, penularan TBC cukup besar pada kelompok orang yang tinggal di tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Misalnya, lingkungan padat dan kumuh, tempat pendidikan dengan asrama, atau lembaga pemasyarakatan.
Baca juga: Rifai Pamone Wafat: Semua Sayang Lo, You Will Be Missed Fai
SCIENCE DAILY | KEMENTERIAN KESEHATAN | DINI PRAMITA