TEMPO.CO, Jakarta - Kanker paru masih menjadi penyakit mematikan nomor satu dan paling banyak dialami oleh para pria di Indonesia. Berdasarkan data Globocon 2018, setiap tahunnya lebih dari 30.023 penduduk Indonesia didiagnosa kanker paru dan 26.095 orang diantaranya meninggal dunia.
Itu berarti, kurang dari 5 persen pasien kanker paru bisa sembuh dan selamat dari maut. Salah satu dari sebagian kecil orang yang tak lagi mengidap kanker paru itu adalah Albert Charles Sompie. Ia bercerita bahwa dirinya didiagnosa kanker paru pada usia 47 tahun dan sudah menjadi penyintas kanker selama 14 tahun.
Menurutnya, kanker paru yang dialaminya dulu itu disebabkan sepenuhnya oleh rokok. Karena sejak usia 17 tahun, ia sudah adiktif dengan menghisap tembakau. “Setiap hari saya menghisap tiga bungkus rokok. Padahal gaya hidup saya sehat karena saya sejak muda atlet softball,” kata pria berusia 61 tahun itu dalam acara Media Briefing di Jakarta pada Rabu, 5 Januari 2020.
Para tenaga kesehatan yang ditemuinya pun menyarankan untuk operasi karena masih stadium awal. Namun karena ketakutannya untuk menjalankan pembedahan, ia pun mencoba pergi ke pengobatan alternatif. “Saya satu tahun dengan orang pintar. Tapi saya tahu itu salah karena mereka diagnosa saya dengan sesak nafas padahal hasil scan sudah menunjukkan kanker,” katanya.
Akhirnya, Albert pun memberanikan diri untuk kembali ke dokter dan operasi pada tahun 2005. Untungnya, ia belum terlambat dan sel kanker bisa diangkat. Dari kejadian itu, ia pun sadar bahwa pengobatan dari dokter dengan tatalaksana yang sedemikian rupa adalah hal yang benar. “Kita harus ikuti dokter saja karena mereka tahu pasti ilmunya,” katanya.
Ia juga berpesan agar masyarakat tidak mencoba merokok sejak muda. Apabila sudah terlanjur, ia mengimbau agar segera berhenti. “Jangan berhenti merokok saat sakit. Tapi lakukan tindakan preventif, berhenti merokok sebelum sakit. Kanker itu biayanya mahal. Jangan sampai menyusahkan keluarga karena kesalahan kita sendiri,” katanya.