TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu masalah kesehatan yang banyak menyerang masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, sebanyak 3,8 juta orang menderita penyakit ini.
Apabila tidak segera diobati, PGK pun dapat menyebabkan gagal ginjal yang pada akhirnya bisa mengakibatkan kematian. Tentu hal tersebut tidak ingin dialami oleh pasien ginjal kronik. Untuk itu, ada tiga jenis terapi yang bisa dilakukan guna mengatasi masalah kesehatan ini.
Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB PERNEFRI), Aida Lydia, menyebutkan bahwa ketiganya adalah hemodialisis (cuci darah), peritoneal dialisis (CAPD), dan transplantasi ginjal. Namun, jika harus memilih, terapi manakah yang paling efektif dan terbaik?
Aida pun menjelaskan beberapa sisi positif dan negatif dari masing-masing terapi. Untuk cuci darah, memang ini dari segi harga sangat murah lantaran pengobatannya bisa ditanggung oleh pemerintah.
“Ini masuk dalam BPJS. Tapi kekurangannya kita harus ke rumah sakit 2-3 kali seminggu, pasti melelahkan dan makan waktu,” katanya dalam acara Media Briefing Hari Kesehatan Ginjal di Jakarta pada 11 Maret 2020.
Sedangkan untuk CAPD, dokter spesialis penyakit dalam itu mengatakan sangat cocok bagi yang mobilitasnya tinggi sebab pasien bisa melakukan tindakan sendiri dengan memasukkan cairan ke dalam perut untuk dijadikan filter.
“Tapi, buruknya dia harus rajin karena cairan diganti empat kali sehari. Kondisi fisik juga harus sehat, khususnya organ jantung,” jelasnya.
Yang terakhir adalah transplantasi ginjal. Aida menjelaskan bahwa ini sangat baik untuk dilakukan. Namun, kelemahannya adalah harga yang tidak murah dan sulitnya mencari pendonor. “Karena donor ginjal sejauh ini masih mengandalkan orang yang hidup. Biayanya juga mahal sekali karena membutuhkan peralatan yang terintegrasi,” pungkasnya.
Namun jika harus memilih yang terbaik, Aida pun menyarankan transplantasi sebab bisa mengganti fungsi ginjal seutuhnya. Misalnya, untuk mengatur keseimbangan dan elektrolit tubuh dengan sempurna.
“Angka keberhasilan hidup untuk satu tahun juga 90 persen dan sebagian besar pasien yang sudah transplantasi ginjal tidak akan bermasalah dan harus cuci darah lagi,” tuturnya.