Istri juga bisa mengalami sumbatan saluran telur yang terjadi karena infeksi pelviks, chlamydia atau salah satu penyakit menular seksual yang ditularkan melalui hubungan seks tanpa menggunakan kondom, endometriosis tuba, atau ada riwayat operasi tuba. Pada kasus ini, istri bisa melakukan pemeriksaan Histerosalpingografi (HSG) yaitu pemeriksaan dengan menggunakan sinar Rontgen (sinar-X) untuk melihat kondisi rahim dan daerah di sekitarnya. Bisa pula melakukan pemeriksaan laparaskopi alias prosedur untuk memvisualisasi rongga perut dan indung telur menggunakan sejenis teleskop dan serat optik khusus.
Ada pula gangguan yang bisa dialami istri, yaitu gangguan bentuk rahim. Beberapa contoh gangguan itu adalah adanya mioma, polip atau kelainan bawaan/sekat. Pada kasus seperti ini, istri perlu melakukan pemeriksaan USG dan histeroskopi alias proses histeroskopi menggunakan tabung fleksibel panjang yang melewati leher rahim untuk mencapai ke dalam rongga rahim.
Pada pria, beberapa gangguan sperma yang bisa menjadi faktor infertilitas adalah karena adanya masalah dalam hal jumlah gerakan bentuk dan DNA. Gangguan sperma pun bisa terjadi karena varikokel alias pembengkakan pada pembuluh darah vena dalam kantong zakar (skrotum). Penyebab lain masalah sperma bisa terjadi karena trauma, infeksi, kanker, penyakit kronik seperti diabetes melitus, kelainan genetik serta gangguan hormon. "Dalam kasus ini, suami perlu mengikuti prosedur menganalisis sperma DFI," kata Aida.
Ilustrasi wanita hamil dan suaminya. Freepik.com/Drobotdean
Menurut Aida, saat konseling awal dengan dokter, biasanya pasangan suami istri akan ditanya gaya hidup mereka, hubungan seksual, pekerjaan, serta usia mereka. Usia tentunya sangat berpengaruh pada pasangan yang hendak mendambakan anak. Pada wanita, khususnya peluang kehamilan akan semakin menurun seiring dengan usia.
Aida menjelaskan pada usia 20-24 tahun, peluang kehamilan bisa menjadi 86 persen. Usia 25-29 tahun, peluangnya menurun menjadi 78 persen, lalu usia 30-34 tahun peluangnya bisa menjadi 63 persen. Peluang terus menurun menjadi 52 persen pada kehamilan di usia 35-39 tahun. Lalu usia 40-44 tahun, peluangnya bisa 36 persen saja, dan pada usia 45-49 tahun peluang kehamilan hanya 5 persen saja.
Setelah konsultasi dan pemeriksaan serta penanganan, Aida menjelaskan biasanya ada 5 kategori umum masalah infertilitas yang dialami pasangan suami istri. Pertama adalah masalah sperma, pematangan telur, kista cokelat, masalah saluran telur hingga tidak diketahui alasannya.
Ada beberapa opsi dari dokter agar pasangan bisa memiliki buah hati. Bila masalahnya terjadi pada sperma suami, dokter biasanya akan menyarankan untuk melakukan inseminasi intrauterine. Inseminasi intrauterine adalah tindakan non-invasif untuk menempatkan sperma yang telah dipersiapkan langsung ke rongga rahim menggunakan kateter khusus. Tindakan ini diharapkan bisa mendekatkan jarak tempuh perjalanan sperma menuju sel telur di saluran telur. Bila inseminasi intrauterine sudah dilakukan 4 kali dan belum menghasilkan kehamilan, dokter akan menyarankan untuk melakukan program bayi tabung.
Pada istri, bila masalahnya adalah kista cokelat dan saluran telur, maka dokter akan menyarankan melakukan tindakan bedah, lalu mengikuti program inseminasi intrauterine. Bila selama 4 kali program inseminasi intrauterine tidak juga terjadi kehamilan, maka bayi tabung pun bisa menjadi opsi terakhir. Bila istri mengalami masalah pematangan telur, maka dokter akan menyarankan pemberian obat pemicu sel telur terlebih dahulu sebelum menyarankan mengikuti program inseminasi intrauterine hingga 4 kali, lalu bayi tabung.