TEMPO.CO, Jakarta - Prevalensi miopia (disebut pula rabun jauh atau mata minus) terus meningkat. Pandemi COVID-19 memberi pengaruh pada penambahan kasus miopia. Ketua Layanan JEC Myopia Control Care Gusti G. Suardana mengatakan di samping genetik, faktor risiko miopia lainnya adalah gaya hidup. "Tak bisa dipungkiri, pandemi COVID-19 mengubah perilaku masyarakat. Aktivitas di luar ruangan jauh berkurang, sementara kelekatan terhadap gawai berlayar semakin tinggi. Anak-anak belajar jarak jauh secara daring, sedangkan kelompok dewasa juga bertumpu pada gadget untuk bekerja dan bersosialisasi. Artinya, semua kalangan usia semakin berpotensi terserang miopia,” katanya pada peluncuran layanan terbaru Myopia Control Care pada 23 Februari 2021.
Gusti mengatakan Bukan saja saja membuat penderitanya tak nyaman ketika beraktivitas, jika tidak segera diatasi, miopia bisa menyebabkan komplikasi lanjutan seperti mata malas, katarak, glaukoma, dan retina lepas. Bahkan, sampai kebutaan. Karenanya, gejala miopia yang terkesan remeh (antara lain: sering memicingkan mata saat melihat, kesulitan memandang jauh ketika berkendara, sering mendekatkan mata ke layar TV atau ponsel, mata terasa lelah dan tegang, serta kerap mengucek mata) patut diwaspadai. Pemeriksaan mata secara berkala (minimal 6-12 bulan sekali) menjadi kunci.
Tentu saja makan makanan bergizi baik untuk pencegah rabun jauh. Namun mencegah rabun jauh hanya dengan nutrisi saja tidak cukup. "Gaya hidup juga harus disesuaikan. Bila hanya makan makanan bergizi saja, manfaatnya tidak tampak," kata Gusti.
Ia sangat menyarankan untuk menyeimbangkan makan makanan bergizi, ditambah dengan perubahan gaya hidup. Beberapa kegiatan yang bisa mencegah penambahan miopia adalah dengan bermain di luar, menggunakan gadget terjadwal, jarak baca diatur. "Kalau semua dilakukan, kecepatan penambahan rabun jauh tidak akan cepat.
Gusti pun mengingatkan pencegahan rabun jauh bisa dilakukan sejak anak masih sangat muda. Misalnya dengan tidak memberikan anak usia 2 tahun ke bawah menonton televisi. Lalu anak usia 2 tahun ke atas, maksimal 40 menit waktu menontonnya secara regular per hari. "Jadi bukan Senin sampai Jumat tidak boleh nonton, tapi Sabtu dan Minggu boleh nonton seharian. Salah," katanya.
Baca Juga:
Pembiasaan pencegahan rabun jauh sejak kecil sangat penting dilakukan. Orang tua pun diminta tidak berpikir bahwa tidak masalah bila anak mengalami rabun jauh karena bisa diatasi dengan lasik. "Pola pikir seperti itu (nanti bisa dilasik) salah. Walau sudah dilasik kerusakan yang sudah terjadi tidak bisa diperbaiki. Targetnya, jangan sampai anak itu minus lebih dari 5," kata Gusti.
Baca: Tips Mencegah Mata Minus atau Silinder pada Anak
Ia mengingatkan bahwa bila mata seseorang mengalami rabun jauh parah sejak kecil, semakin cepat pula orang itu bisa alami masalah katarak. Katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan mengeruhnya lensa mata, sehingga membuat penglihatan kabur.
Wakil Ketua JEC Myopia Control Care Damara Andalia pun menambahkan bahwa penting sekali orang melakukan pengecekan mata secara rutin. "Sangat disarankan sedini mungkin pemeriksaan. Selama minus kecil, akan dilihat intervensi dan terapi apa yang paling cocok," katanya.
JEC Myopia Control Care menawarkan layanan dari tahapan awal: konsultasi dan screening mata, hingga langkah-langkah treatment berdasarkan tingkatan kebutuhan dan usia (anak-anak hingga dewasa). Mulai pemberian vitamin, terapi obat tetes mata, anjuran penggunaan kacamata yang terkustomisasi, terapi lensa kontak (Ortho-K, RGP Lens, Scleral Lens), sampai koreksi refraksi dengan LASIK/ReLEx® SMILE.
Gejala Rabun Jauh/JEC
Pasien miopia mempunyai beragam pilihan penanganan untuk mengatasi kondisinya. Tentunya, pilihan penanganan didasarkan pada level miopia serta didahului dengan pemeriksaan yang mendalam. Contohnya, terapi Atropin 0,01 persen, bisa membantu menghambat perkembangan mata minus pada anak-anak usia di bawah 15 tahun. Ada juga, terapi lensa kontak khusus Ortho-K yang dikenakan pada malam hari untuk membantu pasien terbebas dari penggunaan kacamata selama aktivitas keesokan harinya. "Ortho-K dapat digunakan pada semua usia, sejak usia 5 tahun sekalipun. Sementara, LASIK/ReLEx® SMILE - yang membutuhkan waktu tindakan hanya beberapa detik, disarankan bagi penderita mata minus tinggi berusia di atas 18 tahun,” kata Damara Andalia.