TEMPO.CO, Jakarta - Vaksin AstraZeneca menjadi sorotan publik karena efek sampingnya dapat menyebabkan pembekuan darah. Laporan pembekuan darah setelah melakukan vaksin AstraZeneca pertama kali muncul pada Maret 2021.
Pembekuan darah ini disebut Vaccine-Induced Thrombotic Thrombocytopenia (VITT) atau trombosis dengan sindrom trombositopenia, disebut juga (TTS). Vaksin AstraZeneca dapat mengaktifkan trombosit yang memiliki peran penting untuk membentuk gumpalan darah yang mencegah pendarahan.
Setelah vaksin AstraZeneca masuk ke tubuh, trombosit teraktivasi dan melepaskan protein yang disebut platelet faktor 4 (PF4). Peningkatan PF4 ini dapat meningkatkan kekebalan tubuh untuk mengaktifkan trombosit sehingga membuat sel-sel tersebut saling menempel. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya pembekuan darah (trombosis) dan jumlah trombosit yang rendah (trombositopenia).
Pembekuan darah akibat efek vaksin AstraZeneca ini berbeda dengan pembekuan darah yang pada umumnya terjadi. Ciri utama dari TTS adalah terjadinya penggumpalan darah dengan jumlah trombosit yang berkurang.
Dalam kasus TTS tampak dari respons imun yang tidak teratur. Artinya, orang dengan riwayat serangan jantung, stroke, trombosis vena dalam, emboli paru, atau pengencer darah biasa tidak berisiko tinggi terkena penyakit ini.
Anda bisa mengidentifikasi terjadinya pembekuan darah dengan gejala ini:
- Sakit kepala terus-menerus
- Penglihatan kabur
- Sesak napas
- Sakit perut, punggung, atau dada yang parah
- Bengkak, kemerahan, nyeri di kaki
- Pendarahan atau memar yang tidak wajar
Jika mengalami gejala-gejala di bawah tersebut terjadi dalam kurun 4-30 hari setelah vaksinasi, artinya Anda perlu ke dokter.
Baca juga: Pakar Sebut Vaksin AstraZeneca Tak Cocok buat Usia di Bawah 30 Tahun