TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada (UGM), Prof. Zullies Ikawati, menyatakan sakit kepala hebat serta gangguan berbicara merupakan gejala identik pembekuan darah pada penerima vaksin AstraZeneca. Kemudian, kasus pembekuan darah akibat vaksin AstraZeneca di Eropa sebagian besar dialami perempuan berusia muda.
"Vaksin AstraZeneca kebanyakan dijumpai pada pembuluh darah di daerah kepala, yang disebut cerebral venous sinus thrombosis (CVST)," ujarnya.
Gejala yang identik dengan pengaruh vaksin AstraZeneca di antaranya sakit kepala yang hebat, kadang disertai dengan gangguan penglihatan, mual, muntah, dan gangguan berbicara. Selain itu, gejala lain yang bisa dijumpai adalah nyeri dada, sesak napas, pembengkakan pada kaki atau nyeri perut. Kadang dijumpai lebam di bawah kulit.
"Jika terdapat gejala-gejala demikian, segera saja mencari bantuan medis. Di Eropa, reaksi umumnya terjadi tiga hingga 14 hari setelah vaksinasi," ujarnya.
Gejala-gejala semacam sakit kepala yang hebat dan tidak tertahankan juga sempat dialami oleh salah satu penerima AstraZeneca di Buaran, Jakarta Timur, bernama Trio Firdaus.
"Mungkin memang mengalami pembekuan darah. Namun demikian, hal ini masih perlu dipastikan karena kejadiannya sangat cepat," katanya.
Yang perlu dipahami adalah dari ribuan penduduk yang menerima vaksin AstraZeneca di Indonesia, hanya satu orang yang dilaporkan meninggal dengan dugaan tersebut.
"Bahwa hal tersebut lebih dipengaruhi oleh reaksi individual subjek dibandingkan dengan kualitas vaksinnya," ujarnya.
"Yang menarik dari kasus pembekuan darah yang terjadi pada penggunaan AstraZeneca di Eropa, sebagian besar terjadi pada usia muda di bawah 40 tahun, bahkan di bawah 30 tahun dan kebanyakan adalah perempuan," jelasnya.
Karena itu di Inggris, badan otoritas kesehatan masyarakat setempat merekomendasikan yang berusia di bawah 40 tahun untuk menggunakan vaksin selain AstraZeneca. Namun demikian, jika sudah menggunakan vaksin AstraZeneca pada suntikan pertama dan tidak mengalami masalah apapun, disarankan untuk meneruskan suntikan kedua dengan vaksin yang sama.
"Bagi seseorang dengan riwayat penyakit pembekuan darah seperti deep vein thrombosis, stroke, jantung iskemi, belum ada laporan berisiko mengalami pembekuan darah akibat vaksin," katanya.
Zullies menambahkan yang lebih berisiko justru mereka yang pernah mengalami heparininduced thrombocytopenia and thrombosis (HITT or HIT type 2) atau pasien yang rutin mengonsumsi pengencer darah.
"Namun, kejadian ini pun sangat jarang. Namun demikian, untuk kehati-hatian, ada baiknya mereka yang punya riwayat pembekuan darah tidak menggunakan vaksin jenis ini," imbaunya.
Baca juga: 10 Efek Samping Vaksin AstraZeneca yang Perlu Anda Tahu