TEMPO.CO, Jakarta - Pneumonia termasuk penyakit infeksi penyebab kematian terbesar pada orang dewasa dan anak-anak. Data menunjukkan penyakit ini merenggut nyawa sekitar 2,5 juta orang di dunia pada 2019 dan 672.000 di antaranya anak-anak.
Meningkatkan upaya pencegahan pneumonia dianggap dapat mencegah hampir 9 juta kematian anak akibat pneumonia dan penyakit utama lain pada 2030. Pneumonia dapat disebabkan berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, dan jamur. Menurut penelitian, beberapa jenis kuman seperti Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, serta virus pernapasan seperti virus penyebab pilek, flu, dan COVID-19 banyak ditemukan pada orang dewasa atau lansia berusia 65 tahun ke atas dengan pneumonia.
Spesialis paru di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), dr. Rania Imaniar, Sp.P, menjelaskan pneumonia menyerang paru-paru dan bisa dialami siapa saja mulai dari anak-anak hingga dewasa. Ada beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko terkena penyakit ini, yakni orang dengan riwayat penyakit kronis sebelumnya, seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), asma, gagal jantung. Kemudian, orang dengan kondisi yang meningkatkan risiko aspirasi mukus dari mulut dan hidung, penderita penyakit yang dapat melemahkan sistem imun tubuh, dan pasien yang telah mengalami splenektomi atau pengangkatan limpa.
"Tidak hanya hal tersebut, kebersihan mulut dan gigi yang buruk, kontak erat dengan binatang tertentu seperti burung merpati (juga menjadi faktor risiko pneumonia)," kata Rania.
Faktor risiko lain yaitu menggunakan produk tembakau, terutama yang diisap, berpergian ke daerah tertentu, dan usia lebih dari 65 tahun. Tanda dan gejala pneumonia dapat berpengaruh ke organ lain di seluruh tubuh atau hanya dirasakan di satu organ saja. Adapun, tanda gejala yang timbul antara lain sakit kepala, jantung berdebar, mual atau muntah, kulit yang mengalami perubahan warna menjadi biru, dan bahkan bisa menghilangkan nafsu makan serta mempengaruhi suasana hati.
Untuk mendiagnosis pneumonia, dokter bisa melakukan pemeriksaan tanda gejala yang muncul, meminta pasien melakukan pemeriksaan fisis seperti foto toraks, CT-scan, kondisi dahak, pemeriksaan darah, pemeriksaan cairan pleura, dan bronkoskopi. Pengobatan untuk pasien pneumonia dapat dilakukan dilihat dari penyebab dan ada tidaknya komorbid pada pasien tersebut. Setelah diketahui, maka dapat ditentukan cara pengobatan yang tepat.
Beberapa pengobatan yang biasa dilakukan oleh pasien pneumonia yakni melalui pemberian obat (antibiotik, antivirus, antijamur), terapi oksigen, ventilasi mekanis, dan pungsi pleura. Untuk pasien yang menjalani rawat jalan atau melakukan perawatan dari rumah, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, di antaranya banyak istirahat, makan makanan yang bergizi, minum cukup, belajar batuk yang benar, jangan minum alkohol dan merokok. Bila ada sakit tenggorokan, kumur dengan air garam 3-4 kali sehari dan jangan minum obat tanpa resep dokter.
Pneumonia bisa dicegah. Rania mengatakan upaya yang bisa dilakukan antara lain dengan menghindari faktor risiko, melakukan pemeriksaan gigi teratur, menjaga kebersihan, dan mencuci tangan dengan sabun dan air. Perbaikan gaya hidup seperti tidak merokok, mendapatkan asupan nutrisi yang optimal juga menjadi upaya pencegahan yang tak bisa diabaikan.
Selain itu, Rania juga merekomendasikan orang berusia di atas 65 tahun dan usia 19-65 tahun yang menerima terapi kanker, penyakit paru kronis, atau kondisi lain yang dapat melemahkan sistem imun untuk mendapatkan vaksin pneumonia. Terkait vaksinasi, spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Universitas Indonesia, Alvina Widhani, menuturkan vaksinasi bisa membantu meningkatkan kekebalan tubuh dengan membentuk antibodi sehingga tubuh memiliki kesiapan untuk menangkal bakteri atau virus yang akan masuk ke dalam tubuh.
Menurut Alvina, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan vaksinasi pneumonia, yakni indikasi vaksin untuk usia lebih dari 50 tahun dan adanya riwayat alergi dan gejala akut yang juga harus diperhatikan. Hal ini mengingat faktor kekebalan tubuh sangat berpengaruh terhadap seseorang dapat terjangkit penyakit pneumonia atau tidak.
Pneumonia dapat bersifat invasif dan non-invasif, kekebalan tubuh dapat mengubah dari noninvasif menjadi invasif. Oleh karena itu, vaksinasi pneumonia ini menjadi hal penting untuk dilakukan kepada lansia, di mana kekebalan tubuh semakin rendah. Vaksin pneumonia merupakan salah satu langkah pencegahan yang sangat dianjurkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC). Menurut CDC, vaksin ini dapat diberikan kepada bayi, anak-anak, orang dewasa, dan lansia.
Pada lansia 65 tahun ke atas, vaksin pneumonia memiliki tingkat efektivitas 50- 85 persen dalam hal melindungi individu dari penyakit pneumonia. Di masa pandemi COVID-19 ini, vaksin pneumonia juga dapat diberikan bersamaan dengan dosis ketiga atau booster vaksin COVID-19.
Baca juga: 3 Jenis Penyebab Utama Pneumonia, Bisa Seberapa Parah?