TEMPO.CO, Jakarta - Perlindungan terhadap eksploitasi anak harus menjadi prioritas pertama ketika orang tua mengembangkan minat dan bakat putra-putinya. Ketua Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan, upaya mengembangkan minat dan bakat anak adalah sebuah keniscayaan dan bagian dari tumbuh kembang anak.
"Tapi anak harus tetap dipenuhi haknya, dilindungi, didampingi, dan diberi batas agar mereka tidak terpeleset. Orang tua harus waspada dan mendampingi anak karena rambu-rambu yang mengatur pengembangan minat dan bakat anak masih abu-abu," katanya saat menjadi pembicara dalam diskusi virtual, Mengembangkan Minat dan Bakat Anak tanpa Eksploitasi yang berlangsung pada akhir pekan lalu.
Diskusi yang diadakan Yayasan Lentera Anak dan komunitas #funwithmomy itu menekankan, selama ini regulasi berkaitan hal ini masih belum cukup melindungi anak-anak. Akibatnya, anak rentan terperosok dalam eksploitasi seksual dan ekonomi.
Lisda menuturkan, regulasi yang mengatur masalah eksploitasi seksual, pekerja anak dalam situasi bahaya, memang sudah ada aturannya. Regulasi itu mengacu pada UU Perlindungan Anak, UU Ketenagakerjaan, UU Pornografi, Permen Kemenaker, Permen PPPPA dan lain-lain. "Tapi eksploitasi yang sifatnya masih di wilayah abu-abu inilah yang peraturannya belum cukup,” kata Lisda.
Ilustrasi anak bermain gawai (pixabay.com)
Ia mencontohkan, anak-anak yang terlibat dalam industri kreatif menjadi artis cilik, Youtuber, influencer atau selegram. Anak berpeluang mendapat keuntungan secara ekonomi tapi mereka berperan layaknya seorang pekerja di media kreatif yang harus tampil di media sosial secara intensif dan bekerja dengan ritme cepat layaknya orang dewasa.
“Dari awalnya, anaknya menjadi subjek. Mereka sekadar mengekspresikan diri atau mengembangkan minat dan bakatnya tapi kemudian, karena ada tawaran endorse, tuntutan deadline atau waktu tayang dan tuntutan menyampaikan pesan-pesan tertentu, maka anak berpotensi mengalami perubahan menjadi objek dan sangat rentan berpotensi terjadinya eksploitasi ekonomi," kata dia.
Ketika akhirnya ada keharusan anak melakukan ini dan itu sesuai kemauan produk, maka di sinilah masuk ke wilayah abu-abu dan berpotensi eksploitatif. "Dan sayangnya peraturan di Indonesia yang berhubungan dengan minat dan bakat belum kuat," ujar Lisda.
Menurut Lisda, jika mengacu kepada UU Perlindungan Anak ada tiga unsur yang menjadi panduan apakah suatu kegiatan yang melibatkan anak berpotensi eksploitatif. Tiga unsur itu adalah, tindakan itu sepersetujuan anak atau tidak, melanggar hukum, dan adakah unsur memanfaatkan tenaga atau kemampuan anak untuk mendapatkan keuntungan.
Ilustrasi bermain warna dengan anak. Shutterstock.com
“Tapi ini bukan berarti kalau anaknya sudah setuju lalu tidak ada eksploitasi ekonomi. Bisa saja tetap berpotensi eksploitatif, mengingat anak-anak sejatinya belum memiliki kemampuan untuk mengantisipasi risiko-risiko yang besar,” kata Lisda.
Ketua Yayasan Sejiwa, Diena Haryana mengingatkan orang tua agar berhati-hati dan perlu mendampingi anak-anaknya. Saat ini ancaman ancaman potensi eksploitasi seksual dari penggunaan media sosial yang melibatkan anak sudah banyak terjadi.
Ia mengingatkan ada praktik anak-anak yang ikut mempromosikan produk tertentu dengan kemungkinan mereka tidak menyukai fakta terekspos di media sosial ketika telah dewasa. "Potensi risiko melibatkan anak di media sosial adalah anak menjadi dikenali dan ini bisa dimanfaatkan orang-orang lain," kata dia.
Risikonya, kata Diena, selain menjadi korban pedofilia, si anak juga berpotensi mengalami perundungan di masa depan. Bahkan bisa saja anak justru merasa tidak happy ada di media sosial karena" dia sebenarnya tidak suka diekspos,” kata dia.
Pendiri Komunitas #funwithmomy, Junika memberikan tips agar anak terlindungi di media sosial. Antara lain, tidak menampilkan foto anak, khususnya yang masih berusia balita, secara close up.
“Bisa dengan menampilkan foto anak dari samping, atau hanya diperlihatkan tangan dan kakinya saja. Atau kalaupun ada wajah sang anak di konten media sosial tersebut, maka sebisa mungkin kita tutupi dengan stiker. Upaya ini untuk melindungi anak agar dari risiko-risiko kejahatan di dunia maya,” kata Junika.
Baca juga: Pentingnya Peran Orang Tua dalam Mencegah Eksploitasi Anak
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.