TEMPO.CO, Jakarta - Sifat kekanak-kanakan (inner child) dalam kajian psikologi dipahami bisa mengendap di bawah pikiran terbawa sampai dewasa. Mengutip Better Help, beberapa peristiwa masa anak-anak yang meninggalkan ingatan buruk rentan mempengaruhi kehidupan masa dewasa, antara lain pelecehan dan kekerasan seksual juga fisik.
Kondisi lainnya yang juga mempengaruhi, yakni pengabaian fisik maupun emosional. Peristiwa bencana, kecelakan, kehilangan orang yang dicintai, kekerasan dalam rumah tangga juga mempengaruhi luka dalam sifat kekanak-kanakan itu.
Mengutip laman Intergrative Psychotherapy sifat kekanak-kanakan yang terluka mungkin ditandai perasaan malu, bersalah dan sakit batin berkepanjangan. Bekerja berlebihan untuk mendapat pengakuan orang lain. Kecemasan dan ketakutan muncul secara teratur, tidak pernah puas akan pencapaian hidup juga memandang diri negatif. Kondisi inner child yang terluka berdampak emosi dan psikis seseorang semasa dewasa.
Pemulihan luka batin semasa kanak-kanak
1. Memahami diri
Mengutip Better Help, penting untuk mereka yang mengalami luka semasa kanak-kanak untuk mengenali sumber pemicu peristiwa traumatis. Identifikasi masalah bermanfaat dalam menemukan terapi, menguji diri sendiri dan memahami pengalaman traumatis yang mempengaruhi.
2. Kasih sayang
Seseorang mendapat luka inner child pada masa kanak-kanak akibat kurang mendapat kasih sayang dari orang tua maupun kerabat. Pengalaman itu rentan menjadi dendam masa lalu yang berefek gejolak emosi tertentu, tak mengasihi orang lain dan perilaku negatif lainnya. Jika sudah memahami pengalaman traumatis itu, coba memandang masa lalu dari perspektif lain.
Luka masa lalu juga pelajaran untuk menyayangi dan mengasihi orang-orang di sekitar. Respon baik yang didapat bisa cukup signifikan membantu pulih dari luka batin semasa kanak-kanak akibat kurang kasih sayang.
3. Menguji perasaan
Menguji perasaan, seperti marah, sedih, kesepian, dan yang lainnya akibat peristiwa traumatis masa kecil. Jujur kepada diri sendiri mengakui luka dan rasa sakit yang dirasakan, sehingga tidak membangun pribadi yang palsu. Sebab, seseorang akan lebih mudah berdamai dengan diri sendiri dan keluar dari traumatis ketika mampu jujur dan menjadi diri sendiri.
Baca: Perbedaan Mengigau Anak-Anak dan Orang Dewasa
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.