TEMPO.CO, Jakarta - Tekanan untuk bekerja lebih sibuk dan banyak daripada yang lain menandakan hustle culture. Mengutip publikasi dari laman Taylor’s University, budaya huslte culture diartikan sebagai keadaan ketika seseorang bekerja terlalu keras hingga menjadi gaya hidup. Akibatnya tak memiliki waktu untuk kehidupan pribadi.
Direktur 4 Days Campaign Joe Ryle pun berpendapat, hustle culture telah menjadi gaya hidup ketika karier telah menjadi prioritas dalam hidup. Itu berakibat mengesampingkan aspek lain sebagai manusia yang perlu mengembangkan hobi, waktu untuk keluarga, dan perawatan diri.
Apa penyebab hustle culture?
Mengutip publikasi ADP Research Institute, 1 dari 10 karyawan yang menjadi responden di 17 negara mengatakan, mereka telah melakukan lebih dari 20 jam kerja secara gratis tiap pekan. Adapun rata-rata seorang pekerja mengambil lembur selama 7 jam tiap pekan.
Para ahli dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengklaim, peningkatan kerja berlebihan kemungkinan besar karena pesatnya pertumbuhan ekonomi dan teknologi. Itu menyebabkan batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi menjadi semakin kabur.
Mengutip Good Housekeeping, ahli psikologi Nicole Cammack menjelaskan, hustle culture menyebabkan seseorang mengalami kelelahan fisik, mental, emosional karena pekerjaan atau burnout.
"Burnout adalah ketika Anda mengalami kelelahan mental dan emosional di mana rasanya seperti tak bisa menambahkan apa pun. Mungkin tidak memiliki motivasi seperti yang telah dilakukan sebelumnya," katanya.
Menurut Cammack, bekerja secara terus-menerus juga menyebabkan dampak fisik seseorang. Sebab, bekerja berjam-jam meningkatkan risiko tekanan darah tinggi, serangan jantung, bahkan stroke.
Tak hanya berdampak kesehatan mental, fisik, dan emosional, hustle culture juga berdampak sisi psikologis seseorang, antara lain:
1. Merasa berkewajiban untuk mengatakan ya setiap tawaran tugas pekerjaan.
2. Merasa ragu-ragu untuk menggunakan hari sakit, cuti atau bahkan mengambil satu jam penuh istirahat untuk makan siang.
3. Merasa memiliki kewajiban untuk jawab panggilan dan surat elektronik (email) setelah jam kerja atau pada akhir pekan.
4. Memaksakan diri untuk terus produktif dan terus memaksakan untuk melampaui batas-batas.
Baca: Kiat Usir Stres dan Kecemasan Akibat Kembali Bekerja di Kantor
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.