TEMPO.CO, Jakarta - Berdasarkan data Globocan 2020, di Indonesia terlihat dua masalah kanker paru, yaitu jumlah kasus terus meningkat dan hanya dapat diatasi dengan melakukan pencegahan atau pengendalian faktor risiko kanker paru. Yang kedua masih buruknya prognosis dibanding kanker lain, yaitu dengan pendeknya angka harapan hidup akibat sebagian besar kasus ditemukan pada stadium lanjut.
Sementara itu, Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, mengatakan gejala pada kanker paru kerap tidak tampak di stadium awal.
"Ini berakibat di mana data saat ini menunjukkan bahwa 60 persen pasien kanker paru datang dalam stadium lanjut," kata Aru dalam webinar “Pentingnya Diagnosis yang Tepat untuk Kanker Paru”, Selasa, 8 November 2022.
Gejala serupa TBC
Aru menjelaskan kanker paru memiliki gejala serupa penyakit umum lain seperti TBC. Jadi, penting untuk meningkatkan pengetahuan tentang faktor risiko, gejala, dan perawatan yang tersedia, termasuk modalitas diagnosis kanker paru, sehingga dapat diobati dengan tepat.
“Kanker paru adalah jenis kanker yang angka kejadiannya paling tinggi pada laki-laki di Indonesia dengan 95 persen kanker paru akibat lingkungan serta gaya hidup, dan kebiasaan merokok. Dalam hal ini Indonesia menempati posisi nomor satu dalam jumlah perokok laki-laki dewasa di dunia serta polusi sekitar yang tinggi," papar Aru.
Kanker paru dibedakan untuk setiap pasien dari jenis sel dan perubahan sel abnormal. Pengujian biomarker akan menunjukkan mutasi spesifik pada sel kanker. Pengujian biomarker penting karena dapat mendeteksi adanya penanda biologis (biomarker) spesifik yang dapat membantu pemilihan terapi yang telah tersedia di Indonesia.
Baca juga: Pentingnya Diagnosis Tepat untuk Tangani Kanker Paru