TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis paru Erlina Burhan mengatakan rokok elektrik atau vape sama-sama mengandung nikotin dan bahan karsinogen lain yang memicu dampak buruk pada tubuh seperti halnya rokok konvensional.
"Perokok vape dan orang sekitarnya tetap terekspos nikotin dan zat kimia bersifat karsinogenik dan tentu saja zat-zat ini bisa mengiritasi (saluran napas dan paru), menimbulkan radang, sesak," katanya.
Nikotin dikatakan dapat menyebabkan kecanduan, sementara zat lain dalam vape berupa proplen glikol dan gliserin dapat mengiritasi saluran napas dan paru. Bahan-bahan lain macam logam berat bisa menginflamasi paru, jantung, merusak sel, dan bersifat karsinogen. Kemudian formaldehida, aldehida, particulate matter (PM), nitrosamin, serta silikat dengan dampak serupa pada tubuh.
Dia menyebutkan yang terjadi, ada risiko luka bakar pada pengguna vape akibat baterai litium pada produk itu. Erlina menegaskan rokok elektrik mengandung bahan toksik seperti rokok konvensional. Produk ini terbukti toksik terhadap saluran napas dan paru sehingga tidak dapat dikatakan aman. Namun, karena kadarnya lebih rendah dari rokok konvensional sering membuat orang terperangkap dengan berasumsi produk ini memiliki tingkat toksisitas lebih rendah dan akhirnya sering menggunakannya.
"Kalau sering diisap, nanti kadarnya akan sama dengan satu batang rokok konvensional," tegasnya.
Tanda kecanduan
Dia menyarankan vape tidak digunakan sampai terbukti aman dan tak merekomendasikannya untuk modalitas berhenti rokok. Menurut dia, pengguna rokok elektrik juga berpotensi kecanduan seperti pengguna rokok konvensional dan pengguna bahan adiktif lain.
"Tidak bisa berhenti merokok itu sudah kecanduan. Berhenti itu untuk seterusnya tidak merokok. Rasa asam di mulut bukan satu-satunya tanda. Dia bisa menjadi gelisah karena tubuhnya merasa kurang nikotin," kata Erlina.
Pada November 2022, studi dalam Journal of American Dental Association, seperti disiarkan Medical Daily, beberapa waktu lalu menemukan penggunaan produk vaporizer atau vape atau rokok elektrik berisiko lebih tinggi mengalami kerusakan gigi dan penyakit periodontal. Para peneliti melakukan studi silang menggunakan catatan pasien dari 13.098 orang yang datang ke klinik sekolah gigi pada 1 Januari 2019-1 Januari 2022.
Kebanyakan pasien tidak menggunakan vape (99,3 persen), sementara hanya sedikit (0,69 persen) mengaku menggunakan rokok elektrik. Kemudian, di antara pengguna, 79 persen memiliki risiko yang signifikan terhadap gigi berlubang. Tim peneliti lalu menghubungkan antara penggunaan vape atau rokok elektrik dan tingkat risiko karies pasien. Mereka menemukan orang yang merokok elektrik memiliki risiko lebih tinggi terkena karies gigi. Karena vape tampaknya menyebabkan gigi berlubang, pengguna berisiko kehilangan gigi jika tidak ditangani. Beberapa penelitian laboratorium juga menemukan uap dari rokok elektrik dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri jahat.