TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia merupakan penghasil kopi keempat terbesar di dunia, tetapi yang mendapat julukan coffee capital of the World adalah Melbourne, Australia. Di Melbourne, masyarakatnya bisa ngopi tiga kali sehari padahal harga kopi di sana tidak murah. Mereka minum kopi bukan untuk menikmati tempatnya, melainkan kopinya. Jadi kebanyakan orang membeli kopi express.
Fakta lain, dia kesulitan menemukan kopi dari Indonesia. Kebanyakan, kopi yang dia temukan di sana berasal dari Amerika Tengah seperti Kolombia.
Baca Juga:
Dari situlah muncul ide untuk memulai usaha kopi Indonesia di bawah brand Coffeenatics. Menurut dia, sebagai negara penghasil kopi, Indonesia masih bisa menggali potensi yang sangat besar untuk menghasilkan kopi lokal berkualitas tinggi yang bisa diekspor.
Sebagai permulaan, Harris mendirikan kafe pada 2015 untuk mempelajari lebih jauh bisnis kopi di Indonesia. Brand ini sebenarnya lahir di Surabaya, tetapi Harris memilih Medan untuk membuka kafe pertamanya karena kota ini dekat dengan sumber kopi, terutama kopi Aceh. Sekitar 90 persen kopi di Coffeenatics adalah kopi Sumatra. Ta[i dengan pengetahuan dan modal yang terbatas, awalnya dia merasa kesulitan menjalin hubungan langsung dengan petani kopi.
Harris Hartanto Tan, pendiri Coffeenatics
Kafe hanya permulaan untuk mewujudkan visinya. “Visi kami adalah bagaimana menghasilkan produk kopi Indonesia dengan kualitas tinggi tapi affordable dan available,” kata dia dalam workshop media Tokopedia di Medan, pekan lalu.
Modal Rp1,2 Miliar
Coffeenatics tidak besar secara instan. Dengan modal awal Rp1,2 miliar, lulusan Monash University itu mengatakan bahwa tahun-tahun pertamanya sangat berat. Modal yang dia siapkan habis dalam waktu tiga tahun, sampai kesulitan membayar sewa tempat.
“Modal Rp1,2 miliar terpakai buat renovasi, training, operasional sehari-hari, dan beli bahan. Dulu kami mulainya kafe, simpel banget, beli bahan, produksi, jual, bayar payroll, gitu aja,” kata dia.
Tapi keberuntungan membuat mereka bisa bertahan, bahkan bertambah besar. Pemilik tempat yang disewa kafe itu berbaik hati memberi keringanan membayar sewa dengan cara dicicil.