TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menunda memungut cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2023 menjadi 2024. Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, pada 24 Juli 2023. Implementasi cukai minuman berpemanis belum bisa dilakukan karena koordinasi dan penyelarasan aturan masih harus dilakukan dengan pihak-pihak terkait.
Pakar kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Profesor Tjandra Yoga Aditama, mengatakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan pun perlu segera diterapkan.
"Pada 2009 sampai 2015, saya dan tim sudah banyak membahas penerapan cukai untuk penggunaan gula, garam, lemak (GGL) secara umum dengan melihat dampaknya pada kesehatan dan sudah ada berbagai aturan juga yang dibuat," kata Tjandra.
Laman Kementerian Kesehatan mengutip data International Diabetes Federation (IDF) melaporkan sekitar 10,6 persen dari 179,72 juta jiwa lebih populasi dewasa usia 20-79 tahun di Indonesia per 2021 mengidap diabetes. IDF memperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia dapat mencapai 28,57 juta pada 2045 atau lebih besar 47 persen dibanding di 2021.
Mantan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Kemenkes RI itu mengatakan minuman berpemanis yang berlebihan menjadi sumber peningkatan kasus diabetes dan obesitas dengan berbagai dampak negatif pada organ tubuh. Menurutnya, jumlah penderita diabetes pada 2021 meningkat sekitar 167 persen dibandingkan 2011, sekitar 7,29 juta penderita.
Baca Juga:
"Peningkatan jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibanding peningkatan antara 2000 hingga 2011. Dalam periode tersebut, jumlah penderita diabetes meningkat 29 persen dari 5,65 juta pada 2000," paparnya.
Kasus obesitas melonjak
Terkait obesitas, Kemenkes melaporkan satu dari lima anak usia 5-12 tahun dan satu dari tujuh remaja usia 13-18 tahun mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. "Prevalensi obesitas dan berat badan berlebih pada anak berusia 5-9 tahun meningkat hingga dua kali lipat selama 10 tahun terakhir," ujarnya.
Peningkatan prevalensi obesitas anak terjadi pada 2006-2016 dari 2,8 persen menjadi 6,1 persen. Sementara prevalensi berat badan berlebih meningkat dari 8,6 persen pada 2006 menjadi 15,4 persen pada 2016. Tjandra melaporkan sekitar 47,9 juta orang Indonesia terbiasa mengonsumsi gula berlebih.
Data Studi Diet Total (SDT) untuk Survei Konsumsi Makanan Individu Indonesia pada 2014 menggambarkan berbagai jenis minuman kemasan cair telah dikonsumsi anak usia 0-59 bulan sebanyak 30,7 ml per orang per hari, usia 5-12 tahun 49,6 ml per orang per hari, dan 13-18 tahun 38 ml per orang per hari.
Data lain menyebutkan Indonesia menempati posisi ketiga dalam konsumsi minuman berpemanis di Asia Tenggara, dengan jumlah sebanyak 20,23 liter per orang per tahun. Di sisi lain juga ada kecenderungan kelebihan berat badan dan obesitas di Indonesia terjadi pada kelompok masyarakat miskin dan perdesaan, termasuk di daerah dengan tingkat stunting yang tinggi.
"Gula, garam, dan lemak yang dikonsumsi masyarakat tidak terkontrol. Ketergantungan pada bahan-bahan makanan tidak sehat itu menurunkan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi panganan sehat seperti sayur-sayuran dan buah-buahan," jelasnya. "Karena itu, pengaturan berupa kebijakan cukai MBDK memang perlu segera dilakukan. Intervensi kesehatan masyarakat secara lebih menyeluruh, komprehensif dari hulu ke hilir, dimulai dari individu hingga kelompok masyarakat secara luas melalui kebijakan publik.
Pilihan Editor: Tak Cuma Kesehatan Fisik, Minuman Berpemanis Juga Berbahaya bagi Otak