TEMPO.CO, Jakarta - Ada berbagai macam masalah kesehatan mental, seperti depresi, gangguan bipolar, gangguan sindrom pascatrauma (PTSD), gangguan makan, dan tentu saja gangguan obsesif kompulsif (OCD). Banyak yang mempertanyakan soal OCD dan gejalanya, sebut Juanita Guerra, psikolog klinis praktek meditasi di New Rochelle, New York.
Orang dengan OCD mengalami pikiran yang terganggu atau ketakutan yang tak masuk akal yang menyebabkan perilaku tertentu. Keparahan gangguan bervariasi tapi banyak penderita OCD yang mengalami gejala ketakutan pada kotoran atau kuman, harus melakukan ini dan itu, dan segala sesuatu harus diatur dengan cara spesifik. Kalau tidak sesuatu yang buruk akan terjadi pada mereka atau orang yang disayangi.
Meski penyebab OCD tidak diketahui pasti, faktor keturunan sering dianggap pemicunya, atau bisa juga karena meniru orang lain dengan kebiasaan serupa, kata Jesse Bracamonte, dokter keluarga di Mayo Clinic di Arizona.
Perubahan fungsi otak
Teori lain menyebut OCD sebagai hasil perubahan biologis pada fungsi otak. Para ilmuwan mencurigai hal ini terkait ketidakseimbangan antara pembawa pesan kimiawi atau neurotransmitter di area tertentu otak menurut penelitian dari Universitas Cambridge dan Universitas Kolese London, walaupun penelitian masih terus berjalan.
Meski gejala ringan atau ada kebiasaan seperti perfeksionis, OCD tetap butuh diagnosa klinis serta bantuan medis, di antaranya terapi bicara dan perilaku atau pengobatan tertentu. Guerrera mengatakan gangguan ini menjadi masalah ketika orang mulai menghabiskan banyak waktu untuk ritual tertentu. Menurutnya, bila tidak ditangani, gangguan bisa menjadi masalah yang lebih besar.
"Ketika gejala OCD mulai dicampuri fungsi berlebihan seseorang atau kemampuan untuk bekerja dan bersosialisasi, sudah waktunya mencari bantuan profesional," ujarnya kepada USA Today.
Pilihan Editor: Bisakah OCD Disembuhkan?