TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis kebidanan dan kandungan Prof. Dr. dr. Noroyono Wibowo, Sp.OG, mengingakan ibu hamil untuk mengontrol konsumsi hati sebagai sumber zat besi pada awal kehamilan karena kandungan vitamin A tinggi.
“Pada ibu hamil makan hati harus benar-benar dikontrol karena kadar retinoid atau vitamin A-nya sangat tinggi. Kalau melebihi ambang batas atas punya risiko memberi kemungkinan cacat pada janin kalau di awal kehamilan,” kata dokter di RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta itu, Selasa, 16 Januari 2024.
Baik hati sapi maupun kambing mengandung zat besi lebih tinggi dari daging merah. Selain pada daging merah dan hati, ibu hamil juga bisa melengkapi asupan zat besi dengan makanan seimbang yang terdiri dari karbohidrat, protein, sayuran, dan kacang-kacangan agar terhindar dari anemia akibat kekurangan zat besi.
“Ibu hamil rentan defisiensi zat besi karena untuk membangun janin itu membutuhkan zat besi. Sekarang nutrisi tidak hanya banyak-banyakan tapi seimbang. Jadi, dia juga membutuhkan karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin, eggak bisa hanya sayur,” papar Noroyono.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2018, Noroyono mengatakan angka anemia pada kehamilan mencapai 48,9 persen dan 60-70 persen penyebab anemia adalah kekurangan zat besi. Gejala awal yang bisa diwaspadai ibu hamil yang mengalami anemia defisiensi zat besi adalah lebih lemas dan reaksi pada otak yang melambat. Jika ada gejala itu, Noroyono menyarankan untuk dibuktikan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin.
Zat besi selain digunakan untuk membentuk eritrosit (sel darah merah) dalam hemoglobin, juga dipakai untuk memproduksi tenaga. Zat besi adalah salah satu bahan pembentuk neurotransmitter seperti serotonin, zat yang dipakai untuk berpikir dan bereaksi.
Pengaruhi janin
Noroyono mengatakan risiko ibu hamil kekurangan zat besi dapat mempengaruhi pertumbuhan besar atau kecilnya janin karena zat tersebut juga berhubungan dengan bahan pembentukan tiroid. Kadar zat besi dalam darah juga dibutuhkan untuk mengikat oksigen dan karbon dioksida yang diperlukan untuk oksigen pada janin.
“Besi berhubungan dengan pembentukan tenaga, pembentukan neurotransmitter untuk saraf. Besi juga berhubungan dengan tiroid dan paratiroid, maka berhubungan juga dengan insulin atau untuk tumbuh kembang bayi. Jadi, kekurangan besi dampaknya banyak sekali,” jelasnya.
Kekurangan zat besi juga bisa mempengaruhi masa pascamelahirkan. Saat persalinan, ibu yang kekurangan zat besi tidak memiliki banyak tenaga sehingga proses akan lebih panjang. Kekurangan zat besi juga menimbulkan risiko pendarahan karena kontraksi rahim tidak memadai. Pendarahan yang sangat banyak saat persalinan bisa menyebabkan kematian.
Noroyono mengimbau ibu hamil trimester pertama memeriksakan diri apakah ada kemungkinan anemia melalui pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL). Pemeriksaan itu meliputi hemoglobin, hematokrit, lekosit, trombosit, dan pemeriksaan faktor nutrisi lain agar tercipta kehamilan yang baik dan janin dapat tumbuh sehat.
Pilihan Editor: Lindungi Anak dari Pneumonia dengan Vitamin A