TEMPO.CO, Jakarta - Kanker payudara adalah penyebab kematian tertinggi kedua pada wanita di dunia. Meski pemeriksaan kanker payudara telah mengalami perkembangan, mulai dari deteksi mamografi, hingga pengobatan, adanya vaksin potensial menawarkan secercah harapan.
Dilansir dari Popsugar, CEO Anixa Biosciences, perusahaan bioteknologi berbasis di California, Amerika Serikat, Amit Kumar, menjelaskan yang perlu diketahui tentang cara kerja vaksin kanker payudara yang masih dalam tahap awal. Kumar mengatakan vaksin ini perlu tiga suntikan yang dirancang untuk menargetkan sel-sel yang menghasilkan antigen tertentu, dalam hal ini protein laktasi yang hanya muncul dua kali dalam hidup wanita, yakni setelah melahirkan sampai ia berhenti menyusui, dan ketika kanker payudara muncul.
“Jika Anda berusia 25 tahun dan ingin punya anak serta menyusuinya maka Anda tidak akan memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin tersebut," kata Kumar.
Masih dalam uji klinis
Saat ini, vaksin tersebut masih dalam uji klinis fase 1, yang berarti masih sangat dini dan jumlah peserta sangat sedikit. Vaksin tersebut hanya diuji pada wanita yang sudah pernah menderita kanker, khususnya kanker payudara triple negatif, karena memiliki tingkat kekambuhan paling tinggi sehingga mereka menguji untuk melihat respons imun.
Ada beberapa rintangan besar yang harus diatasi tim sebelum vaksin ini dipasarkan. Sebagai permulaan, jumlah peserta harus jauh lebih besar, baik dari segi jumlah maupun demografi.
"Jumlah peserta berikutnya harus sekitar 800 hingga 1.000," jelas Kumar.
Penelitian itu akan berlangsung selama 3-5 tahun. Ia berharap jika vaksin bisa diterapkan pada semua wanita, hal itu tidak hanya akan mengubah cara pandang terhadap kanker payudara tetapi juga cara pandang terhadap kanker.
Pilihan Editor: Jenis Kanker yang Banyak Menyerang Anak Muda dan Saran Pencegahannya