TEMPO.CO, Jakarta - Sepuluh tahun lalu, kita butuh kamera digital untuk mengambil gambar diri lalu memindahkan kartu memorinya ke komputer, menyambungkannya ke Internet, baru bisa mengirimkan foto ke teman. Sekarang pengiriman foto cukup dengan dua kali pencet: take picture dan send. Walhasil, foto-foto, termasuk selfie, makin marak.
Namun kini Anda harus lebih berhati-hati soal mengambil gambar selfie, apalagi yang menyerempet bagian privat pada tubuh. Sebab, ada ancaman sexting--gabungan antara sex dan texting. Kamus Meriam-Webster mendefinisikan sexting sebagai pengiriman pesan yang mengandung konten seksual, baik teks maupun gambar, lewat telepon seluler.
"Selain berbentuk naket selfie, ada pula bathroom selfie, dan bahkan selfie di bagian tubuh tertentu seperti bulu ketiak," ujar psikolog keluarga, Elly Risman Musaseperti, seperti ditulis Koran Tempo, akhir pekan lalu. Menurut Elly, fenomena sexting meluas karena perkembangan peranti teknologi yang tidak diikuti kesadaran akan tanggung jawab penggunaannya. "Misalnya, anak atau remaja yang sexting karena orang tuanya tidak memberikan kontrol batasan terhadap penggunaan gadget."
National Society for the Prevention of Cruelty to Child (NSPCC), organisasi sosial untuk perlindungan anak dan remaja di Inggris, mendapati peningkatan jumlah pelaku sexting hingga 28 persen dari jumlah total anak dan remaja yang memiliki ponsel dengan koneksi Internet. Para pelaku, menurut penelitian mereka, menganggap sexting sebagai hal yang lumrah dalam berpacaran.
Penelitian di Amerika Serikat oleh University of Texas Medical Branch mendapati satu dari empat remaja melakukan sexting. Sexting merupakan pintu awal yang menjurus pada hubungan seksual.
Bob Lotter, pencipta peranti lunak pencegah konten porno di telepon seluler, merangkum beberapa modus transfer gambar dalam kegiatan sexting. “Umumnya diawali permintaan satu pihak, biasanya laki-laki, dengan cara mengirimkan gambar telanjang mereka terlebih dulu,” ujar Lotter, seperti dikutip situs berita Inggris, Telegraph.
Banyak perempuan, bahkan yang seumur hidup belum pernah selfie telanjang, terpancing. “Satu gambar yang terkirim akan menjadi pintu untuk permintaan foto-foto selanjutnya,” ujar Lotter. Celakanya, NSPCC mendapati kecenderungan peningkatan kasus bunuh diri remaja perempuan akibat depresi seusai foto vulgar mereka tersebar.
CHETA NILAWATY