TEMPO.CO, Jakarta -Apa yang terbesit dalam benak Anda ketika mendengar kata ganja? Haram, narkotika, atau bahkan terserang gangguan otak. Itulah berbagai dugaan sebagian masyarakat yang ditujukan pada tumbuhan pada tumbuhan ini.
Ya, ganja merupakan salah satu jenis tumbuhan yang tumbuh subur di iklim tropis. "Tanaman ini sama seperti tanaman lainnya, jahe, cabai, pepaya," ujar Inang Winarso, Direktur Eksekutif Yayasan Sativa Nusantara di bilangan Tebet, Senin, 2 Mei 2016.
Ia mengungkapkan dugaan-dugaan tersebut hanyalah mitos yang tidak memiliki bukti ilmiah. Faktanya, ia melanjutkan, ganja memiliki banyak manfaat terutama bagi penyembuhan penyakit degeneratif salah satunya adalah diabetes yang saat ini sedang dikembangkan dan didukung oleh Kementrian Kesehatan.
Ganja atau Cannabies mengandung kanabinoid. "Ini merupakan zat aktif yang menyerupai zat dalam tubuh manusia sehingga zat ini mudah diserap oleh tubuh," terang Inang.
Lanjut ia, "kanabinoid bisa mengembalikan atau meregenerasi metabolisme tubuh yang terganggu." Namun ia mengatakan, zat ini hanya untuk penyakit-penyakit degeneratif saja seperti diabetes, kanker paru-paru, kanker payudara, penyakit ginjal, kanker getah bening bahkan epilepsi.
Berbeda dengan obat kimiawi, zat dalam tumbuhan ganja yang dipergunakan untuk obat-obatan tidak memiliki efek samping yang berlebihan asalkan digunakan dengan bijaksana.
Untuk kebutuhan medis, Inang menyebutkan bahwa tak ada tanaman yang selengkap tanaman ganja. "Omega 3 salmon saja kalah dengan tumbuhan ini. Saya sudah baca riset dari ratusan jurnal ilmiah, bukan jurnal biasa," ungkap dia.
Sejak 2013, Yayasan Sativa Nusantara telah mendapat izin untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang manfaat ganja untuk kebutuhan medis khususnya untuk mengobati diabetes. "Kemenkes mengizinkan kami melakukan penelitian di salah satu laboratorium yang terletak di Tawangmangu," jelasnya.
DINI TEJA