TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Rabu 11 Oktober lalu merilis bahwa populasi anak dan remaja yang kegemukan alias obesitas sudah naik sepuluh kali lipat dalam empat puluh tahun terakhir. Kondisi tersebut telah menjadi krisis kesehatan global yang mengancam akan bertambah parah kecuali tindakan drastis dilakukan.
Pada Hari Kegemukan Dunia, WHO dan Imperial College London menyiarkan studi terkini mereka mengenai kegemukan pada anak-anak dan remaja di seluruh dunia, yang disiarkan di jurnal medis Lancet. Badan kesehatan dunia itu menganalisis ukuran berat dan tinggi dari hampir 130 juta orang yang berusia di atas lima tahun, termasuk 31,5 juta yang berusia lima sampai 19 tahun dan 97,4 juta yang berusia 20 tahun dan lebih, sehingga menjadikannya jumlah peserta paling banyak yang pernah terlibat dalam studi epidemiologi. Baca: Berusia 40 Tahun ke Atas? Deteksi Tumor Otak dengan Cek MRI
Baca Juga:
WHO mencatat lebih dari 1.000 kontributor ikut dalam studi tersebut, yang meneliti indeks massa tubuh dan bagaimana kegemukan telah berubah di seluruh dunia dari 1975 sampai 2016. Jumlah itu memperlihatkan bahwa angka obesitas pada anak-anak dan remaja di dunia naik dari kurang satu persen, atau sebanyak lima juta anak perempuan dan enam juta anak lelaki, pada 1975 menjadi hampir enam persen anak perempuan (50 juta) dan hampir delapan persen anak lelaki (74 juta) pada 2016.
Kondisi itu tidak ubahnya dengan Indonesia. Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Eni Gustina memaparkan, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan, persentase penduduk laki-laki dan perempuan obesitas meningkat. Hasil riset pada 2013 itu didapati bahwa obesitas perempuan dewasa mencapai 32,9 persen. Angka ini meningkat dari 2007 dan 2010 yang masing-masing sebanyak 13,9 persen dan 15,5 persen.
Bila dibandingkan dengan laki-laki, angka obesitas perempuan lebih tinggi. Data yang diolah Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan itu memperlihatkan, obesitas laki-laki dewasa atau berusia di atas 18 tahun, adalah 19,7 persen pada 2013. Meski begitu, angka itu naik dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 13,9 persen pada 2007 dan 7,8 persen di 2010.
Eni mengatakan ada banyak faktor penyebab obesitas. Misalnya, pola makan, aktivitas fisik, dan faktor genetik. Obesitas, kata Eni, berisiko memunculkan penyakit tidak menular. "Bukan mematikan. Dia (obesitas) beresiko terhadap penyakit tidak menular, misalnya jantung, hipertensi, diabetes melitus, dan ginjal," kata Eni di Ruang Rapat Gedung Sujudi Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Jumat, 13 Oktober 2017. Baca: Tips Mencegah Tumor Otak
Adapun obesitas dapat dicegah dengan memulai pola hidup sehat. Misalnya, membatasi asupan makanan berlemak dan olahraga setiap hari dengan waktu minimal 30 menit. "Makan sayur dan buah, karbohidratnya sepertiga saja," ujar Eni.
Selain obesitas menurut Global Nutrition Report pada 2014, Indonesia juga mengalami dua masalah gizi lain, yaitu permasalahan itu adalah stunting (pendek), wasting (kurus). Menurut Eni, seseorang yang mengidap obesitas dapat diukur dari tinggi dan berat badan. Untuk usia dewasa, rumusan berat badan ideal adalah tinggi badan (TB) dikurangi 100 (TB-100). Hasilnya pun kembali dikurangi 10 persen dari (TB-100). Ringkasnya, rumusan berat badan ideal adalah (TB-100)-0,1(TB-100). "Nanti ada standar deviasinya. Kalau ukuran 20 persen dianggap sudah kurus, lebih dari 20 persen obesitas," ujar Eni.