TEMPO.CO, Jakarta – Kanker Limfoma Hodgkin merupakan jenis kanker yang masih langka dan bersifat agresif. Limfoma Hodgkin dapat menyerang siapa saja, dan laki-laki lebih rentan terkena kanker tersebut. Paling tidak, begitulah disebutkan Ketua Persatuan Hematologi-Onkologi Medik Ilmu Penyakit Dalam Indonesia (Perhompedin) Prof. Dr. dr. Arry H. Reksodiputro, SpPD-KHOM, pada acara “Mengenal Kanker Limfoma Hodgkin dan Inovasi Terapi Terbaru” di Jakarta, 17 Oktober 2018.
Dari segi usia, orang yang berada dalam kelompok usia produktif (15–30 tahun), juga disebutkan lebih rentan terkena kanker Limfoma Hodgkin. "Tapi, tidak menutup kemungkinan bahwa usia lainnya dapat terkena penyakit itu juga," katanya menambahkan.
Baca juga:
Selain Istri Idrus Marham, Para Istri Pejabat Ini juga Cantik
Analisa Psikolog Soal Klarifikasi Marion Jola: Butuh Kekuatan
Sisi Lain Puti Guntur Soekarno, Ternyata Fans Fanatik Bollywood
Kanker Limfoma Hodgkin dapat diobati dengan beberapa cara. Salah satunya adalah kemoterapi. Kemoterapi bekerja dengan cara menghancurkan sel-sel kanker yang sedang berkembang dalam tubuh. Namun, terdapat kekurangan dari kemoterapi karena pengobatan ini juga menyerang sel-sel sehat yang sedang berkembang dalam tubuh.
Menurut Arry, sekitar 80 persen pasien meninggal saat atau setelah menjalani kemoterapi dan 20 persen sisanya berhasil bertahan hidup. Dari presentase 20 persen tersebut, terdapat 70 persen kemungkinan kanker itu akan kembali menyerang pasien. “70 persen (kemungkinan kanker) akan kambuh dalam waktu 1 tahun atau 2 tahun,” ujar Arry menerangkan.
Lalu, apa gejala yang menandakan bahwa seseorang kembali mengidap kanker? Gejala yang akan dirasakan kurang lebih sama dengan gejala awal terkena kanker Limfoma Hodgkin. Yaitu, munculnya benjolan di leher dan bagian tubuh lainnya, demam, rasa lelah berlebihan, banyak berkeringat, rasa nyeri pada tubuh, rasa mual, batuk, dan sebagainya.
Selain Arry, hadir juga dua narasumber lainnya, yaitu Sekretaris Jenderal Persatuan Hematologi-Onkologi Medik Ilmu Penyakit Dalam Indonesia atau Perhompedin Dr. dr. Dody Ranuhardi, SpPD-KHOM, MPH., dan Presiden Direktur PT Takeda Indonesia Kwa Kheng Hoe. Pada kesempat tersebut juga diperkenalkan sebuah terapi bertarget untuk pasien relapse (kambuh) dan refrakter bernama ADC (Antibody Drug Conjugation). Terapi ini bekerja dengan cara menargetkan obat pada sel-sel kanker saja tanpa mengganggu sel-sel sehat dalam tubuh.
ADC sudah menunjukkan keberhasilan (pasien sembuh total atau Complete Remission) sebesar 34 persen. Terobosan baru ini dapat menjadi sebuah harapan baru bagi para pasien relapse Limfoma Hodgkin untuk sembuh dari kanker yang diidapnya.
MAGNULIA SEMIAVANDA HANIDNITA l SDJ