TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit hepatitis layaknya gunung es, pasalnya setiap pasien awalnya tidak merasakan bahwa dirinya sakit. Tak ada gejala khusus bagi para penderita hepatitis. Jika tidak dilakukan pemeriksaan seseorang tak akan mengetahui kalau dirinya telah terjangkit penyakit tersebut.
Baca juga:Kit Diagnostik Lokal Ini Atasi Hepatitis B, Apa Keunggulannya?
Apabila terlalu lama tak ditangani penyakit hepatitis bisa semakin ganas, risiko fatalnya dapat berkembang menjadi sirosis hati.
“Umumnya tidak ada gejala. Lebih dari 80 persen pasien tidak ada gejala. Jadi banyak orang tidak tahu kalau dia terinveksi virus. Jadi kami sebut sebagai fenomena gunung es,“ jelas Ketua Perhimpuanan Peneliti Hati Indonesia sekaligus dokter spesialis penyakit dalam Irsan Hasan mengatakan bahwa di Indonesia, setidaknya satu dari 10 orang diindikasi terjangkit penyakit hepatitis.
Ketua Perhimpuanan Peneliti Hati Indonesia Irsan Hasan menilai pengobatan Hepatitis telah mengalami kemajuan dalam 15 tahun, dengan adanya berbagai metode pengobatan seperti operasi, terapi, ataupun kombinasi terapi. Namun belum ada peningkatan signifikan kesintasan satu tahun setelah 15 tahun berlalu.
Ilustrasi - Spesialis Dokter Layanan Primer. Doc KOMUNIKA ONLINE
Mengingat hal tersebut, dia mengatakan Indonesia bersama Brasil dan Kolombia telah mengajukan sidang World Health Assembly (WHA) untuk lebih serius dalam menanggulangi penyakit ini. Selain itu, dia mengaku juga telah memberikan berbagai masukan kepada Kementerian Kesehatan hingga tercetus program “Nohep”, langkah untuk mengurangi penderita hepatitis.
“Saat ini, kalangan professional di bidang peneliti hati mewaspadai penyakit perlemakan hati yang dapat memicu hepatitis,” kata Irsan.
Baca: Virus Hepatitis B Kuno Ditemukan pada Mumi Abad Pertengahan
Dia mengatakan perlemakan hati dianggap berbahaya karena selain penderita cenderung tidak merasakan gejala seperti penyakit hepatitis lainnya, perlemakan hati juga tidak dapat terdeteksi dari tes darah. Menurutnya, perlemakan hati disebabkan karena konsumsi alkohol yang berlebih, pola makan yang rendah protein, dan kegemukan. Untuk mendeteksi kasus tersebut harus menggunakan USG atau CT scan hati. “Makanya harus melakukan screening, periksa dengan USG abdomen untuk deteksi dini,” jelasnya.