Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Penghapusan Obat Kanker Usus JKN, Ini Kata Pakar Farmasi

Reporter

Editor

Mila Novita

image-gnews
Ilustrasi kanker (pixabay.com)
Ilustrasi kanker (pixabay.com)
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Awal tahun ini muncul wacana obat kanker usus besar atau kolorektal dihapus dari daftar obat yang ditanggung Jaminan Kesehatan Nasional-Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Setidaknya ada dua jenis obat kanker yang rencananya dihilangkan per 1 Maret, yaitu obat bevasizumab yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan kanker dan cetuximab yang digunakan untuk pengobatan kanker kolorektal.

Baca: Pencabutan Obat Kanker Usus dari Jaminan BPJS Kesehatan Ditunda

Tapi belakangan, dikabarkan penghapusan obat yang disebut berharga mahal ini ditunda. Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan, tidak menutup kemungkinan untuk meninjau kembali kebijakan pencabutan apabila obat ini terbukti memang efektif.

Nila mengatakan, saat ini pemerintah tengah menunggu kajian Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (IKABDI) sebelum menentukan keputusan akhir nasib kedua obat ini.

Tahun lalu hal serupa terjadi pada obat kanker payudara.  Trastuzumab, obat yang disebut disebut efektif untuk pengobatan kanker payudara HER2+, dikeluarkan dari tanggungan Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN. Tapi akhirnya obat itu kembali dijamin setelah melalui proses panjang.

Pakar farmakoekonomi Ahmad Fuad Afdhal mengatakan, keluar masuknya obat di formula Jaminan Kesehatan Nasional itu hal yang biasa. “Tapi landasan ilmiahnya harus jelas. Penelitian untuk itu tidak bisa satu atau dua bulan, minimal satu tahun. Apalagi kalau obat kanker,” kata dia dalam Workshop Health Technology Assessment di Jakarta, Rabu, 20 Maret 2019.

Ia mengatakan, itu sebabnya diperlukan health technology assessment atau HTA dalam setiap pengambilan keputusan. HTA adalah penilaian yang terstruktur terhadap teknologi kesehatan sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan untuk system jaminan seperti JKN. Di dalamnya termasuk safety, efficacy (benefit), costs dan cost-effectiveness, implikasi terhadap organisasi, sosial, dan isu etika.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Persoalannya, kata Fuad, Indonesia belum memiliki panduan HTA yang baku seperti di negara-negara maju. “Kita tidak memiliki HTA, hanya ada farmakoekonomi guideline. Saya curiga (keluar-masuknya obat dalam daftar JKN) hasil dari mengutip jurnal,” kata Fuad yang kini menjabat sebagai President International Society for Pharmacoeconomics and Outcomes Research (ISPOR) Indonesia Chapter .

HTA sebenarnya tidak berlaku hanya untuk obat, tapi untuk seluruh teknologi kesehatan. Tujuannya adalah melindungi pasien agar mendapatkan pengobatan yang efektif.

Fuad mencontohkan sebuah alat yang fungsinya merekam denyut jantung janin. Perusahaan berhasil membuat alat itu laku keras di Cina, sementara banyak negara lain menolaknya. Setelah dilakukan penelitian di beberapa negara, terbukti alat tersebut tidak terlalu berguna, apalagi jika dipakai awam. “Tapi industrinya sudah kaya dari penjualan alat itu. Dan itu hanya menjadi beban masyarakat,” ujar Fuad.

BacaDibanding Obat Biasa, Cokelat Lebih Ampuh Sembuhkan Batuk?

Tapi, Fuad yakin, JKN yang diberlakukan di Indonesia akan membuat HTA berkembang dalam 5-10 tahun ke depan.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Gaya Hidup Kebaratan Bikin Kasus Kanker pada Orang Muda Meningkat

2 hari lalu

ilustrasi kanker (pixabay.com)
Gaya Hidup Kebaratan Bikin Kasus Kanker pada Orang Muda Meningkat

Gaya hidup tidak sehat dan cenderung kebarat-baratan memicu pasien kanker usia muda semakin banyak.


Tips Beri Obat Demam pada Anak sesuai Dosis dan Tak Dimuntahkan Lagi

3 hari lalu

Ilustrasi anak minum obat. shutterstock.com
Tips Beri Obat Demam pada Anak sesuai Dosis dan Tak Dimuntahkan Lagi

Berikut saran memberikan obat demam pada anak sesuai dosis dan usia serta agar tak dimuntahkan lagi.


Alasan Bawang Merah Tetap Diburu Meski Mahal

3 hari lalu

Bawang merah. ANTARA/Oky Lukmansyah
Alasan Bawang Merah Tetap Diburu Meski Mahal

Bawang merah merupakan komoditi penting yang dibutuhkan masyarakat. Apa saja manfaatnya untuk kesehatan?


Jangan Langsung Beri Parasetamol saat Anak Demam, Ini Waktu yang Disarankan

3 hari lalu

Ilustrasi anak minum obat. shutterstock.com
Jangan Langsung Beri Parasetamol saat Anak Demam, Ini Waktu yang Disarankan

Parasetamol dapat diberikan ketika suhu anak 38 derajat Celcius ke atas atau sudah merasakan kondisi yang tidak nyaman.


Memahami Penyembuhan Kanker Darah dengan Sel Punca

3 hari lalu

Mengunduh Manfaat Terapi Sel Punca
Memahami Penyembuhan Kanker Darah dengan Sel Punca

Dokter menjelaskan metode penyembuhan kanker darah dengan melakukan transplantasi sel punca atau stem cell. Simak penjelasannya.


Hindari Paparan Zat Asing untuk Cegah Kanker Darah

3 hari lalu

Ilustrasi sel darah merah. Pixabay.com/Vector8DIY
Hindari Paparan Zat Asing untuk Cegah Kanker Darah

Masyarakat diminta menghindari paparan zat asing demi mencegah risiko kanker darah. Apa saja yang dimaksud?


Pakar Farmasi Bantah Obat Sakit Kepala Bisa Sebabkan Anemia Aplastik

5 hari lalu

Ilustrasi obat. TEMPO/Subekti
Pakar Farmasi Bantah Obat Sakit Kepala Bisa Sebabkan Anemia Aplastik

Pakar menjelaskan kasus anemia aplastik akibat obat-obatan jarang terjadi, apalagi hanya karena obat sakit kepala.


Pola Makan yang Perlu Diperhatikan Pasien Parkinson

6 hari lalu

Ilustrasi makanan sehat. (Canva)
Pola Makan yang Perlu Diperhatikan Pasien Parkinson

Sejumlah hal perlu diperhatikan dalam pola makan penderita Parkinson, seperti pembuatan rencana makan. Berikut yang perlu dilakukan.


Hati-hati, Asap Rokok Tingkatkan Risiko Kanker Paru hingga 20 Kali Lipat

6 hari lalu

ILustrasi larangan merokok. REUTERS/Eric Gaillard
Hati-hati, Asap Rokok Tingkatkan Risiko Kanker Paru hingga 20 Kali Lipat

Hati-hati, asap rokok dapat meningkatkan 20 kali risiko utama kanker paru, baik pada perokok aktif maupun pasif. Simak saran pakar.


Begini Cara Menulis Artikel Ilmiah di Jurnal Terindeks Scopus

7 hari lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Begini Cara Menulis Artikel Ilmiah di Jurnal Terindeks Scopus

Jurnal terindeks Scopus menjadi salah satu tujuan para peneliti di Indonesia untuk mempublikasikan artikel ilmiah atau penelitiannya, bagaimana cara menulis artikel ilmiah yang terindeks scopus?