TEMPO.CO, Jakarta - Lovebird memang bisa bikin orang jatuh cinta. Saking cintanya pada jenis burung itu, seseorang rela meninggalkan pekerjaan lamanya yang jelas memberinya penghasilan besar.
Ade Sulistio, misalnya, meninggalkan bisnisnya sebagai distributor yang menyalurkan batu bara dari produsen ke pabrik-pabrik yang membutuhkan. Pria 34 tahun itu memilih menjadikan hobinya itu sebagai penghasilan utama. Ia beternak Lovebird dan rajin mengikuti kontes. Dua burung Lovebird miliknya, Jalal dan Fretty, adalah langganan juara. Kedua Lovebird juara itu bahkan pernah ditawar Rp 1 miliar dan Rp 750 juta.
Sebenarnya, penghasilannya bekerja di bidang batu bara jauh lebih besar dibandingkan dengan beternak Lovebird. Namun, ia merasakan kenikmatan sebagai peternak Lovebird.
Ade mengimpor Lovebird pertamanya dari Eropa sebanyak 8 ekor. Setelah Lovebird itu mencetak prestasi, perlahan ia juga menjadi peternak. Menurut Ade, harga jual burungnya paling rendah seharga Rp 1,5 juta. Adapun harga tertinggi tidak menentu. Ia pernah menjual seekor Lovebird hasil ternaknya seharga Rp 135 juta. “Kualitas Lovebird yang (seharga) ratusan juta tidak setiap bulan ada,” tuturnya. Meski begitu, ia tidak menampik penjualan Lovebird lain mencapai angka di atas Rp 50 juta.
Tidak hanya beterenak, bahkan kini Ade juga telah memproduksi vitamin dan pakan untuk Lovebird. Ia menjual pakan berukuran 200 gram dan vitamin berukuran 8 miligram dan 80 miligram. Pakan dan vitamin itu dijual putus ke sebuah pabrik yang kemudian akan mendistribusikannya dengan label mereka.
Ide menghasilkan pakan dan vitamin bermula ketika banyak orang menanyakan pakan dan vitamin apa yang diberikan kepada Lovebird peliharaannya. Akhirnya, ia memberikan pakan dan vitamin itu kepada orang yang membeli burung darinya. Produk itu kemudian berkembang dari mulut ke mulut sampai akhirnya ada pabrik yang memesan kepadanya.
Pada akhir 2017, Ade juga merilis buku berjudul “Mencetak Lovebird Juara”. Buku ini berisikan 75 cara untuk membuat Lovebird Anda menjadi juara di dalam kontes. Cara ini pernah dipraktekkannya sendiri. Ia merasa sayang jika pengalamannya selama ini hanya diketahui orang-orang terdekatnya. Ia membuka semua rahasianya di buku itu.
Ia tidak takut merasa tersaingai dengan membuka rahasia “dapur”-nya. Ade mengaku hanya mengikuti para koki ahli yang tak segan membagikan resepnya kepada orang lain. “Tidak masalah kalau dia lebih bagus dari saya, artinya ilmu saya bermanfaat.”
IRSYAN HASYIM | DIKO OKTARA | KORAN TEMPO