TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit jantung yang telah memasuki stadium akhir sangat mengancam jiwa karena fungsinya sudah mengalami kemunduran yang signifikan, solusinya untuk hal itu, yakni transplantasi jantung.
Mengutip Primaya Hospital, transplantasi jantung adalah operasi untuk mengambil jantung pasien yang sakit dan menggantinya dengan jantung yang sehat. Jantung pengganti bisa berasal dari donor orang yang telah meninggal.
Transplantasi jantung bukanlah upaya untuk menyembuhkan, tetapi upaya untuk menyelamatkan nyawa pasien dan meningkatkan kualitas hidupnya. Dengan transplantasi, usia pasien bisa lebih lama. Pasien pun dapat menjalani hidupnya lebih baik dengan jantung yang lebih sehat.
Dokter akan mempertimbangkan tindakan transplantasi bila jantung tak mampu lagi bekerja dengan baik dan pasien berisiko meninggal dunia. Pasien penyakit jantung membutuhkan transplantasi antara lain ketika mengalami:
- Pembesaran jantung parah
- Gagal jantung kongestif yang berulang kali harus dirawat di rumah sakit
- Angina tidak stabil (sering merasa nyeri dada bahkan saat sedang beristirahat)
- Aritmia ventrikular yang tak bisa lagi diobati atau dikendalikan dengan defibrilator
- Penyakit jantung bawaan pada orang dewasa
- Penyakit jantung lain yang sudah tak bisa lagi ditangani dengan operasi atau metode lain.
Persiapan
Tidak semua pasien dengan kondisi jantung yang parah dapat menerima tindakan ini. Pasien harus dipastikan sehat dan sanggup menjalani operasi selama berjam-jam. Oleh karena itu, sebuah tim akan dikerahkan untuk mengevaluasi pasien lebih dulu yang terdiri dari:
- Dokter bedah transplantasi
- Dokter jantung spesialis transplantasi
- Perawat
- Psikiater atau psikolog
Pasien akan menjalani evaluasi psikologi dan sosial, tes darah, dan tes diagnostik. Prosedur transplantasi memerlukan persiapan yang benar-benar matang dari berbagai aspek.
Prosedur Transplantasi Jantung
Secara keseluruhan, prosedur transplantasi jantung bisa memakan waktu hingga 8 jam karena butuh persiapan dan pemantauan pasien sebelum dan sesudah operasi. Sebelum operasi, pasien diberi anestesi agar tak sadarkan diri. Dokter bedah lalu membuat sayatan di dada pasien dan menyiapkan mesin jantung-paru yang berfungsi menggantikan peran jantung dan paru-paru selama prosedur berlangsung.
Jantung pasien lantas diangkat dan dokter memasukkan jantung dari donor, kemudian menyambungkannya dengan pembuluh darah dengan cara dijahit. Setelah jantung terpasang dan terhubung dengan pembuluh darah, dokter menutup luka bekas sayatan.
Efek Samping dan Risiko
Meski bisa jadi solusi atas penyakit jantung pada tingkat yang parah, transplantasi jantung tidak lepas dari efek samping dan risiko. Komplikasi yang paling umum bisa terjadi adalah infeksi dan penolakan. Infeksi adalah penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada pasien seusai transplantasi karena obat penekan imun yang harus dikonsumsi. Pasca-transplantasi, pasien lebih rentan terhadap infeksi, antara lain dari virus Epstein-Barr, citomegalovirus, dan bakteri, khususnya staphylococcus.
Infeksi jamur, protozoa, dan herpes simpleks juga mungkin memengaruhi pasien penerima transplantasi jantung. Dokter dapat mengendalikan kejadian infeksi dengan melakukan pememantauan guna mendeteksi tanda-tanda awal infeksi dan menerapkan teknik isolasi yang terukur.
Pilihan editor : Transplantasi Jantung 54 Tahun Lalu, Saat Dokter di AS Sukses Tanamkan Jantung Artifisial Pertama
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.