Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Benarkah Gen Z Menjadi Generasi Paling Stres? Begini Faktanya

Reporter

image-gnews
Seorang wanita berpose di dalam bak mandi saat mensimulasikan dirinya memanggil psikolognya di ruang menangis bernama 'La Lloreria' untuk meningkatkan kesadaran tentang kesehatan mental di Madrid, Spanyol, 17 Oktober 2021. La Lloreria, atau Ruang Menangis bertujuan untuk menghilangkan stigma di masyarakat yang melekat pada kesehatan mental, menangis dan mencari bantuan. REUTERS/Juan Medina
Seorang wanita berpose di dalam bak mandi saat mensimulasikan dirinya memanggil psikolognya di ruang menangis bernama 'La Lloreria' untuk meningkatkan kesadaran tentang kesehatan mental di Madrid, Spanyol, 17 Oktober 2021. La Lloreria, atau Ruang Menangis bertujuan untuk menghilangkan stigma di masyarakat yang melekat pada kesehatan mental, menangis dan mencari bantuan. REUTERS/Juan Medina
Iklan

TEMPO.CO, JakartaGenerasi Z (Gen Z) merupakan kelompok manusia yang lahir antara 1997 sampai 2012. Kehadiran golongan anak muda berusia 18-24 tahun itu telah membawa perubahan di segala lini kehidupan, termasuk dalam dunia kerja. Sayangnya, individu-individu yang erat kaitannya dengan kecanggihan teknologi tersebut dikabarkan mudah menderita penyakit mental. Lantas, benarkah Gen Z menjadi generasi paling stres

Benarkah Gen Z Menjadi Generasi Paling Stress?

Melansir aecf.org, Pew Research Center melaporkan bahwa sekitar 70 persen remaja dari berbagai ras, jenis kelamin, dan tingkat pendapatan keluarga berbeda mengalami kecemasan serta depresi. Sementara menurut American Psychological Association (APA), hanya 45% Gen Z yang disebut memiliki kesehatan mental baik atau sangat baik. 

Meskipun Gen Z disebut sebagai generasi paling tertekan, anggota kelompok paling muda saat ini cenderung lebih peduli terhadap kesehatan mental. Mereka akan mencari bantuan atau konseling kepada psikolog maupun psikiater dibandingkan rekan-rekan yang lebih tua. Sekitar 37 persen Gen Z mengaku pernah mengunjungi profesional di bidang psikologis. 

Sayangnya, hanya 43 persen remaja berusia 12-19 tahun dengan episode depresi berat yang menerima perawatan pada 2019. Akibatnya, angka bunuh diri pada anak muda juga sangatlah tinggi. Hal tersebut diperkuat oleh data dari Pusat Pengendalian Penyakit dan Pencegahan Risiko Perilaku Pemuda yang menyatakan bahwa laki-laki usia 15-24 tahun menyumbang 80 persen kasus kematian atas inisiatif sendiri. 

Dikutip dari verywellmind.com, generasi muda terpaksa harus menghadapi ketidakpastian pasar kerja dan masa depan keuangan. Mereka juga mempunyai kekayaan yang jauh lebih sedikit daripada generasi sebelumnya saat memasuki usia yang sama. Gejolak ekonomi yang berkelanjutan terus mengambil korban finansial dari kaum muda, misalnya PHK massal oleh banyak perusahaan. 

Penyebab Gen Z Rentan Mengalami Depresi

Alasan Gen Z menghadapi stress kronis diakibatkan oleh sejumlah faktor, meliputi perundungan (bullying) dan kejahatan di sekolah, termasuk penembakan seperti di Amerika Serikat, terlilit utang, pengangguran, dan gejolak politik. Sementara itu, teknologi juga berperan besar terhadap perasaan terisolasi dan kesepian intens pada remaja. 

Berita negatif yang datang silih berganti, rasa takut ketinggalan segala sesuatu yang terbaru atau FOMO (fear of missing out), serta malu karena gagal memenuhi standar sukses di media sosial juga menjadi beberapa pemicu timbulnya stress pada anak muda. Dalam laporan Wall Street Journal, dijelaskan bahwa satu dari tiga gadis remaja mengalami krisis citra diri akibat Instagram. 

Penyebab Gen Z menjadi generasi paling stress juga berhubungan dengan diskriminasi berdasarkan ras, etnis, orientasi seksual, serta identitas gender. Kurangnya layanan kesehatan mental, kesenjangan etnis, dan kepemilikan akses asuransi kesehatan ikut berperan dalam rendahnya jumlah anak muda yang memperoleh bantuan. 

Efek pandemi Covid-19 juga berpengaruh besar terhadap kesehatan mental Gen Z. Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Boston menunjukkan bahwa angka depresi meningkat hampir 33 persen pada 2021. Artinya, satu dari tiga pemuda 18 tahun atau lebih di AS mengalami depresi. 

Survei Nasional Kesehatan Anak juga menemukan anak usia 3 sampai 17 tahun hidup dengan kecemasan hingga menyentuh 1,5 juta jiwa pada 2016-2020. Data Biro Sensus AS menetapkan bahwa 59 persen pemuda (usia 18-26 tahun) menjadi pengangguran. Dari jajak pendapat Gallup Mei 2020 menghasilkan bahwa 45 persen pelajar mengalami gangguan emosional lantaran perpisahan sementara dari guru dan teman selama pandemi. 

Demikian penjelasan mengenai pertanyaan, benarkah Gen Z menjadi generasi paling stress? Berbagai kondisi menjadi pemicu utama kenapa kelompok penerus bangsa tersebut harus menghadapi berbagai tekanan hingga mengganggu kesehatan mental. 

Pilihan editor: Penyakit OCD dan Perawatannya

NIA HEPPY | MELYNDA DWI PUSPITA

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


12 Tips Bantu Cegah Kolesterol dan Gula Darah Tinggi

9 jam lalu

Ilustrasi ciri-ciri kolesterol tinggi pada wanita. Foto: Canva
12 Tips Bantu Cegah Kolesterol dan Gula Darah Tinggi

Berikut 12 tips yang bantu mencegah kolesterol dan gula darah naik, termasuk pola makan dan kelola stres.


Pakar Sebut 8 Hal Paling Umum yang Percepat Penuaan

1 hari lalu

Ilustrasi wanita menyikat gigi. Foto: Unsplash.com/Diana Polekhina
Pakar Sebut 8 Hal Paling Umum yang Percepat Penuaan

Pakar kesehatan menyebut delapan perilaku tak sehat paling umum yang mempercepat proses penuaan. Apa saja?


Kelola Stres Setiap Hari untuk Redakan Emosi

2 hari lalu

Ilustrasi mengurangi stress. Freepik.com/fabrikasimf
Kelola Stres Setiap Hari untuk Redakan Emosi

Mengelola stres adalah cara meredakan emosi yang harus terus dilatih setiap hari agar tidak mudah emosional si situasi yang buruk.


Kecewa karena Calon yang Didukung Kalah, Simak Saran Psikolog

2 hari lalu

Ilustrasi stres. TEMPO/Subekti
Kecewa karena Calon yang Didukung Kalah, Simak Saran Psikolog

Psikolog mengatakan wajar bila orang kecewa karena harapan tidak menjadi kenyataan tetapi rasa kecewa itu mesti dikelola agar tak sampai memicu stres.


Gen Z Dikenal Selalu Ingin Memaknai Hidup

2 hari lalu

Marina Beauty Journey 2024/Marina
Gen Z Dikenal Selalu Ingin Memaknai Hidup

Karakter Gen Z berevolusi menjadi pribadi yang lebih sadar untuk memaknai kehidupan tidak mementingkan kebahagiaan sendiri.


Jeda 3-7 Hari dari Media Sosial Bisa Meningkatkan Kesehatan Mental? Begini Penjelasannya

4 hari lalu

Ilustrasi bermain media sosial. (Unsplash/Leon Seibert)
Jeda 3-7 Hari dari Media Sosial Bisa Meningkatkan Kesehatan Mental? Begini Penjelasannya

Sebuah studi penelitian 2022 terhadap anak perempuan 10-19 tahun menunjukkan bahwa istirahat di media sosial selama 3 hari secara signifikan berfaedah


Pemalu Hingga Takut Bentuk Kecemasan Sosial pada Anak, Ini Cara Atasinya

4 hari lalu

Ilustrasi anak pemalu. thrivingnow.com
Pemalu Hingga Takut Bentuk Kecemasan Sosial pada Anak, Ini Cara Atasinya

Kecemasan sosial pada anak bukan hanya sekadar berdampak menjadi pemalu, namun dapat menyebabkan anak merasa takut dan menghindari situasi sosial


Tanda Ibu Hamil Alami Gangguan Mental

4 hari lalu

Ilustrasi wanita depresi. (Pixabay.com)
Tanda Ibu Hamil Alami Gangguan Mental

Gangguan mental pada ibu hamil perlu dikenali karena membuat perasaan tidak nyaman dan ada gangguan pada aktivitas sehari-hari.


Mengapa Stres Bisa Sebabkan Sakit Punggung?

5 hari lalu

Ilustrasi sakit punggung. Freepik.com/Gpointstudio
Mengapa Stres Bisa Sebabkan Sakit Punggung?

Stres sebabkan sakit punggung bisa terjadi lantaran tubuh Anda mengalami reaksi kimia sebagai respons terhadap stres.


Cara Menjaga Kualitas Hubungan dengan Pasangan Pasca Melahirkan Anak Pertama

7 hari lalu

Ilustrasi ibu dan bayi. Unsplash.com/Sharon Muccutcheon
Cara Menjaga Kualitas Hubungan dengan Pasangan Pasca Melahirkan Anak Pertama

Studi menemukan bahwa sikap terhadap sentuhan berdampak pada pasangan dalam transisi menjadi orang tua atau usai melahirkan anak pertama.