Berjualan di media sosial vs marketplace
Di masa awal membangun mereknya, Vivi mengalami sedikit kesulitan karena ternyata masyarakat Indonesia terutama di Medan belum terlalu mengenal essential oil dan manfaatnya yang begitu luas. Apalagi, dia hanya berjualan melalui media sosial, seperti Instagram.
“Instagram slow response, mau meningkatkan followers aja butuh waktu. Marketplace saat itu belum ada,” kata dia. Promosi pun hanya bisa dia lakukan melalui What’sApp, event, dan mulut ke mulut.
Vivi mengaku baru mengenal marketplace pada 2018 setelah menghadiri acara Tokopedia di kotanya. Dia lalu memasukkan produknya ke marketplace. “Dampak yang dirasakan omzet naik 100 persen lebih,” kata Vivi yang mengakui bahwa marketplace itu berkontribusi atas penjualan produknya sampai 70 persen.
Semakin lama, dia semakin pandai memanfaatkan fitur marketplace untuk meningkatkan penjualannya. Selain fitur lama seperti gratis ongkos kirim dan cashback, dia juga memanfaatkan inisiatif seperti Hyperlokal yang ada di Tokopedia. Inisiatif ini salah satunya adalah Dilayani Tokopedia yang memungkinkan dia menitipkan barang di gudang-gudang pintar di beberapa kota yang memiliki banyak pembeli produknya. Dengan begitu, pembelinya bisa mendapatkan ongkos kirim yang lebih murah dan barang pun bisa tiba lebih cepat.
“Dampak Hyperlokal transaksinya bisa naik 1,5 kali lipat,” kata dia.
Vivi mengatakan bahwa penjualan tertinggi dari produknya terjadi pada masa pandemi. Saat itu, banyak orang membutuhkan produk pembersih seperti hand sanitizer dan spray linen. Produk essential oilnya pun laris karena banyak digunakan untuk perawatan diri di rumah.
“Omzetnya Rp30-40 juta per bulan (saat ini), nggak konsisten, tapi pas pandemi dibandingkan sekarang sudah beda. Pas pandemi bisa sampai Rp80 juta,” kata dia.
Vivi berencana memperluas produk minyak esensialnya untuk meningkatkan omzet. Tahun ini, dia akan meluncurkan rangkaian produk bodycare seperti sabun dan body lotion.
Pilihan Editor: Selain Pakai Diffuser, Ada 6 Cara Menggunakan Minyak Esensial