TEMPO.CO, Jakarta - Data penimbangan balita yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Depok pada Agustus 2023 menyebut prevalensi balita stunting di sana berada di angka 3,24 persen atau 3.283 balita. Data ini merupakan hasil pengukuran pada 101.331 balita dan laporan dari 38 UPTD puskesmas se-Kota Depok menggunakan aplikasi e-ppgbm yang sudah divalidasi.
Meskipun tercatat telah mengalami penurunan, masalah stunting di Kota Depok masih menjadi tantangan bersama. Puluhan kelurahan masih mengalami kenaikan kasus stunting jika dibanding tahun sebelumnya. Untuk itu, Indonesian Hydration Working Group (IHWG) bersama Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menyelenggarakan kegiatan pengabdian masyarakat di Kota Depok, khusus di wilayah Kelurahan Leuwinanggung.
Kegiatan ini menekankan pentingnya memperhatikan kualitas air minum yang merupakan salah satu faktor penting yang dapat berdampak pada peningkatan risiko stunting. Kegiatan ini dihadiri para kader PKK, posyandu, posbindu, bunda PAUD dan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluraga (PEKKA) setempat.
"Saat ini permasalahan hidrasi tidak hanya menekankan masalah kuantitas air minum yang kita konsumsi tetapi juga bagaimana kualitas air tersebut. Sudah banyak penelitian yang menyebut air minum yang tercemar dapat menimbulkan masalah kesehatan sehingga penting untuk memastikan apakah sumber air minum yang kita konsumsi sudah aman dan terhindar dari berbagai cemaran," papar spesialis gizi Diana Sunardi dalam keterangan yang diterima Tempo.
Sementara itu, spesialis gizi klinis Nurul Ratna Mutu Manikam yang juga Ketua Program Pengabdian Masyarakat IHWG FKUI menjelaskan air minum yang tercemar bakteri E.Coli atau koliform dapat menyebabkan penyakit infeksi seperti diare. Penyakit infeksi yang terjadi berulang dan tanpa penanganan yang tepat dapat menyebabkan anak mengalami kekurangan gizi sehingga pertumbuhan dan perkembangannya terhambat dan berisiko stunting.
Tercemar bakteri E.Coli
Berdasarkan Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) Tahun 2020, hanya sebesar 31,3 persen sumber air minum rumah tangga Indonesia yang tidak tercemar bakteri E.Coli. Hal ini menunjukkan masih banyak sumber air minum yang belum memenuhi syarat air layak minum.
“Sebelum memilih sumber air minum, ada beberapa hal yang penting diperhatikan. Pastikan sumber air minum yang kita pilih jelas keamanannya dan berjarak minimal 10 meter dari tempat pembuangan kotoran, limbah, dan sampah. Kemudian, pastikan air yang akan kita konsumsi tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak mengandung bahan kimia berbahaya serta tidak terkontaminasi bakteri penyebab penyakit seperti E.Coli, dan koliform” ujar Nurul.
Sejalan dengan hal tersebut, dr. Tria Rosemiarti, Hydration Science Consultant AQUA sebagai mitra pendukung kebiasaan minum yang baik dan gaya hidup sehat, mengatakan, ”Air yang kita konsumsi tentunya harus selalu diperhatikan sumbernya dan bagaimana proses produksinya. Untuk itu, kita harus memastikan sumber airnya berkualitas dan terlindungi serta seluruh prosesnya telah sesuai dengan standar serta regulasi yang telah ditetapkan oleh BPOM dan pemerintah."
Pilihan Editor: Banyak Aktivitas di Dalam Ruangan, Tetap Cukupi Minum Air Putih