TEMPO.CO, Jakarta - Pulmonolog di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu Jakarta, Sri Dhuny Atas Asri, menjelaskan tatalaksana kanker paru merupakan tindakan yang harus dilakukan, mulai dari pencegahan sampai persiapan kualitas hidup yang lebih baik hingga akhir hidupnya. Ia mengatakan ada beberapa modalitas yang bisa diterapkan sebagai tatalaksana kanker paru sesuai jenis dan tingkat penyebaran kanker.
“Kanker paru dapat diobati. Dokter akan menentukan yang paling sesuai, tergantung jenis dan penyebarannya. Ada pembedahan, kedua kemoterapi, ketiga radioterapi atau terapi radiasi, keempat terapi target, dan kelima imunoterapi,” kata Dhuny dalam webinar yang dilaksanakan RSUD Pasar Minggu, Rabu, 14 Agustus 2024.
Pembedahan dilakukan jika tumor atau kanker masih dalam stadium awal, mulai stadium 1 dan maksimal stadium 3. Metodenya, tumor akan diambil bersama sedikit jaringan sehat di sekitar untuk mencegah bibit tumor menyebar ke organ lain. Modalitas ini bisa dilakukan dengan mengangkat sebagian segmen kecil di lobus paru jika tumor masih ada di satu sisi paru atau mengangkat salah satu paru yang disebut pnemoniktomi yang sudah dicurigai menyebar.
Pilihan terapi kanker lain
Modalitas selanjutnya adalah kemoterapi berupa intravena, yaitu terapi dengan infus intravena untuk merusak sel kanker yang ganas dan menghambat pertumbuhan sel kanker.
“Ini bisa dilakukan setelah, sebelum, atau tanpa pembedahan kalau sudah stadium lanjut. Kemoterapi sebelum pembedahan untuk mengecilkan sel kanker. Setelah kecil dilakukan pembedahan agar lebih mudah diangkat,” jelas Dhuny.
Kemoterapi intravena juga bisa mengurangi gejala kanker yang dikeluhkan pasien, seperti sesak dan rasa nyeri, namun memiliki efek samping yang lumayan berat. Kemoterapi intravena bisa dilakukan lengkap enam siklus dengan satu siklus dilakukan selama tiga minggu. Namun jika pasien memiliki kondisi tubuh yang lemah bisa kurang dari enam siklus.
Selain infus, kemoterapi juga bisa dilakukan dengan terapi target melalui obat minum yang menargetkan protein yang mendorong pertumbuhan sel kanker. Meskipun lebih diminati pasien karena minim rasa sakit namun tidak semua pasien cocok dan perlu dilihat dari jenis kankernya. Radiasi atau radioterapi jadi modalitas lain yang tidak menimbulkan rasa sakit pada pasien namun dengan kondisi yang tidak baik seperti berat badan turun dan sesak.
“Terapi radiasi bisa kuratif bila kondisi pasien dalam keadaan baik. Contohnya kemoterapi stadium 3A, tumor mengecil lalu dioperasi. Kalau paliatif tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup karena kondisi pasien kurang bagus,” paparnya.
Modalitas terbaru yang sedang terus dikembangkan adalah imunoterapi dengan meningkatkan imun tubuh agar bisa mengenali dan melawan sel kanker. Imunoterapi bisa dikombinasikan dengan kemoterapi dan jadi alternatif bila kanker tidak mengecil dengan pengobatan lain. Dhuny mengatakan terapi ini memiliki efek samping yang minim karena memanfaatkan imun tubuh yang bekerja.
“Penelitian menunjukkan imunoterapi pada pasien yang belum kena terapi apapun bisa menghasilkan hasil akhir masa hidup lebih panjang dan bebas penyakit lebih lama dibanding jika hanya kemoterapi saja. Jadi salah satu modalitas yang menjanjikan dan masih terus diteliti di seluruh dunia,” jelasnya.
Banyaknya pilihan terapi kanker paru diharapkan dapat memberikan harapan hidup lebih berkualitas dan menurunkan angka kasus kanker paru di Indonesia.
Pilihan Editor: Dokter Paru Sebut Polusi Udara Bisa Sebabkan Kanker Paru