TEMPO.CO, Jakarta - Data Global Burden of Cancer (Globocan) 2020 menyebut di Indonesia jumlah kasus baru kanker paru menempati urutan ke-3 (8,8 persen) setelah kanker payudara (16,6 persen) dan kanker serviks (9,2 persen). Kanker paru dikatakan merupakan jenis kanker yang paling banyak yang terjadi pada laki-laki (14,1 persen).
Karena itu, waspadai kualitas udara di Jakarta yang masih saja buruk belakangan ini. Spesialis paru Wily Pandu Ariawan mengingatkan paparan polusi udara yang berlangsung secara terus menerus bisa menyebabkan masalah pada paru-paru termasuk potensi kanker paru.
"Kualitas udara yang tidak sehat merupakan salah satu faktor risiko terjadinya berbagai masalah atau penyakit yang bisa terjadi pada paru. Ada individu yang dengan kualitas udara tidak bagus selama bertahun-tahun sudah cukup menjadi satu faktor risiko yang memiliki kaitan erat dengan kejadian kanker paru," kata Wily.
Faktor risiko lain
Menurutnya, selain kualitas udara tak sehat atau polusi udara, paparan asap rokok, gaya hidup tak sehat, berada di lingkungan kerja yang bersinggungan dengan zat bersifat karsinogenik, mengalami stres tinggi terus-menerus juga menjadi faktor risiko lain masalah pada paru-paru, termasuk kanker paru.
Karena itu, dia menyarankan pemilik faktor risiko ini menjalani pemeriksaan pencitraan dengan dosis radiasi lebih rendah untuk mendeteksi dini kanker paru. "Yang perlu dilakukan skrining, usia 45 tahun masih merokok atau berhenti merokok kurang dari 15 tahun, atau ada orang yang batuk lama tapi usianya 45 tahun, perokok aktif, perokok pasif, gaya hidup tak sehat," jelasnya.
Kanker paru terjadi akibat perubahan sifat genetik dari sel-sel di epitel saluran napas. Kondisi ini berkaitan dengan paparan langsung dengan zat-zat bersifat karsinogenik yang masuk ke saluran napas.
"Zat yang paling erat kaitannya yakni asap rokok, polusi udara," ujar dokter di Rumah Sakit Pondok Indah - Puri Indah, Jakarta, itu.
Pilihan Editor: Penyebab Kanker Paru pada Bukan Perokok