TEMPO.CO, New York - Meskipun telah menjadi ritual wajib dalam Islam dan Yahudi, masalah khitan pada anak laki-laki ternyata masih terus mengundang polemik hingga kini.
Tidak sedikit yang menentang praktek memotong kulup, kulit ujung dari kelamin laki-laki ini. Namun, di sisi lain, tak kurang pula yang mendukung praktek sunat ini.
Salah satunya yang terbaru adalah dari asosiasi dokter anak Amerika, The American Academy of Pediatrics. Asosiasi ini menyatakan praktek sunat mempunyai manfaat yang lebih besar ketimbang risikonya.
Padahal, sebelumnya asosiasi ini termasuk yang menentang praktek khitan. Terakhir kali, asosiasi ini membuat rekomendasi tentang sunat pada 1999. Rencananya, pernyataan ini juga akan diterbitkan dalam jurnal Pediatrics edisi September 2012.
"Manfaat sunat laki-laki ini akan memberikan kesempatan bagi keluarga untuk melakukan sunat," demikian bunyi pernyataan asosasi tersebut seperti dikutip dari Independent, Rabu, 29 Agustus 2012.
Rekomendasi ini diterbitkan berdasarkan penelitian yang menunjukkan bahwa sunat mampu mengurangi kemungkinan tertular infeksi seksual, termasuk HIV, infeksi saluran kemih, serta mengurangi risiko kanker penis dan kanker serviks.
Meskipun merekomendasikan praktek ini, asosiasi tetap menyerahkan kepada kebijakan orang tua untuk memutuskan apakah akan menyunat anaknya atau tidak, termasuk mempertimbangkan aspek keyakinan agama.
Pernyataan asosiasi pediatrik Amerika ini seolah ingin menanggapi keputusan sebuah pengadilan regional di Cologne, Jerman. Pada musim panas lalu, pengadilan tersebut memutuskan bahwa sunat telah melanggar hak-hak anak. Praktek ini juga dinilai sebagai bentuk kekerasan fisik.
Keputusan pengadilan ini kontan saja memicu amarah dari pemimpin Yahudi dan muslim Eropa. Mereka menilai keputusan itu sebagai bentuk penghinaan terhadap kebebasan beragama. Sunat adalah ritual kuno dalam Yudaisme dan Islam.
Di tengah-tengah masih kontroversialnya isu ini, setidaknya terdapat hampir setengah dari kelahiran laki-laki di Amerika, yang berjumlah sekitar satu juta per tahun, yang menjalani praktek sunat. Namun belakangan, trennya terus berkurang.
Namun ternyata, penurunan jumlah anak yang disunat ini justru membuat biaya perawatan kesehatan meningkat lebih dari US$ 4 miliar atau sekitar Rp 38 triliun akibat meningkatnya serangan infeksi. Adapun di Inggris, diperkirakan sekitar 30 ribu anak laki-laki yang disunat setiap tahunnya.
INDEPENDENT | GUARDIAN | IQBAL MUHTAROM