Baca Juga:
Santi dan keluarganya mulai beralih ke gaya hidup organik pada 2001. Saat itu Kay diketahui alergi terhadap makanan berpengawet dan disarankan dokter agar diberi asupan sayuran organik. Santi pun mengubah pola makan keluarganya. Ia membeli pangan organik dari Romo Agatho Elsener, yang tinggal tak jauh dari kediamannya. Agatho termasuk pionir pertanian organik Indonesia dan mulai merintis Bina Sarana Bakti, lembaga yang memproduksi dan memasarkan produk kebun organiknya, di Cisarua, Bogor, sejak 1980. Santi belajar banyak soal pangan organik dari Agatho.
Tak sebatas makanan, Santi juga mengembangkan gaya hidup organik. Untuk perawatan rambut, misalnya, dia menggunakan sari buah mengkudu yang bisa menyamarkan uban. Bedak juga ia bikin sendiri dari tepung beras yang dikeringkan. Untuk menghaluskan kulit, dia memanfaatkan minyak kelapa dan minyak zaitun. “Saya sudah sering dibilang ‘gila’ karena segitu sukanya pakai bahan organik. Tapi, biarinlah. Untuk urusan organik, saya enggak keberatan dibilang ‘gila’,” katanya sambil tertawa.
Santi dan Satrio juga memperhatikan soal sampah. Di kediaman mereka, sampah dipisahkan menurut jenisnya: organik, non-organik, dan yang bisa didaur ulang. Cara mengelola sampah itu mereka tularkan kepada Verena. Di sekolahnya, bocah kelas V SD Santa Ursula, Jakarta, itu rajin mengumpulkan sampah dan mengajari kawannya hal yang sama.
Pada mulanya Santi berlangganan bahan organik dari toko Agatho. Namun pendeta kelahiran Swiss itu menjual rumahnya di Tebet untuk memperluas kebunnya di Cisarua. Tokonya pun tutup. Santi lalu memutuskan untuk membuka usaha kecil-kecilan buat memasarkan produk Agatho pada 2007.