TEMPO.CO, Jakarta - Ada kalanya anak selalu ingin menang dan marah bila kalah dalam permainan kompetitif. Dokter spesialis anak Markus Danusantoso mengatakan orang tua diharapkan tidak membuat anak menjadi depresi karena kalah saat bermain.
"Mainan itu harus dibuat menyenangkan," kata dia dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu, 7 Oktober 2015.
Orang tua justru sebaiknya memanfaatkan permainan seperti itu untuk membimbing anak memahami konsekuensi dari setiap perbuatan. "Misalnya catur, kita bimbing agar anak berpikir kalau jalan ke sini jadi kalah," ujar dia
Anak harus diajarkan mengetahui bahwa ada dampak dari setiap pilihan langkah yang diambilnya, baik itu menang maupun kalah. Markus meminta orang tua mengajak anak berdiskusi agar dapat memutuskan pilihan yang tepat. "Bimbing anak untuk memperbaiki kesalahan-kesalahannya," ujar dia.
Permainan menang-kalah sebaiknya dipraktekkan saat anak sudah berusia di atas tiga tahun. "Permainan 0-3 tahun sebaiknya tidak mengutamakan jadi pemenang, tapi mengajarkan anak untuk bisa mengetahui cara memainkan mainan," kata dia.
Mendampingi anak saat bermain juga berguna agar dia dapat mengendalikan emosi saat mengalami kesulitan kala bermain. Orang tua dapat segera memberitahu solusi bila anak mengalami kendala. "Kalau dia kesal atau bingung bagaimana cara mainnya, harusnya orang tua mendampingi dan bilang pelan-pelan bahwa anak tidak perlu emosi," kata dia.
Dengan demikian, anak dapat mengerti bahwa kesulitan dapat diatasi tanpa perlu meledakkan kemarahan. Orang tua pun harus tanggap bila anak terlihat kebingungan saat bermain.
"Jangan tunggu sampai dia menangis baru orang tua mendatangi," kata dia. Anak yang didampingi saat bermain lama kelamaan akan menjadi "master" permainan yang melatih mereka untuk menjadi mandiri.
ANTARA