Di Jakarta, Fristine Amelia, 22 tahun, hampir setiap pekan berburu piringan hitam di kawasan Blok M. Perancang busana ini biasanya menghabiskan dana sekitar Rp 500 ribu dalam satu kali perburuan. “Tapi kalau lagi banyak bisa sampai Rp 1 juta,” kata pemilik brand Tenun Nan Elok ini kepada Tempo, Kamis lalu.
Sekarang ini, ia lagi tertarik digging—istilah berburu piringan hitam-- genre musik balearic, jazz, dan Jepang. Dia antara lain, menggemari album musikus Jepang, Tatsuro Yamashita; musikus jazz Herbie Mann dan Bob James.
Secara mengejutkan, ia bahkan mendapatkan kiriman piringan langsung dari salah satu produser musik balearic di Inggris, yakni album Ambala. Dan sebagai balasannya, ia akan mencari piringan hitam dari musikus Indonesia dengan jenis musik yang diharapkan sang pengirim.
Buah dari rajin berburu, jumlah koleksi piringan hitam Fristine sekarang mencapai seratusan keping. “Saya emang pencinta musik dari dulu.” Koleksi terbaru Fristine termasuk album piringan hitam Philosophy Gang karya Harry Roesli yang dirilis bulan lalu.Penggemar musisi Harry Roesli menunjukkan piringan hitam Philosopy Gang di Jakarta.
Kalau koleksi Fristine baru mencapai seratusan keping, koleksi Wahyu Nugroho, 38 tahun, sudah menembus dua ribu keping. Anggota grup band Bangkutaman ini menuturkan, kegemarannya akan piringan hitam muncul setelah mewawancarai David Tarigan, pengelola Irama Nusantara, pada 2006 silam. Selain piringan hitam, koleksi Acum—begitu ia biasa disapa, masih ditambah cakram kompak dan kaset.
“Istri saya sudah bilang, kayaknya koleksinya mulai kebanyakan nih..,” ujarnya kepada Tempo di kantornya di Jalan Petogongan, Jakarta Selatan.
Acum menjadikan pula piringan hitam sebagai hadiah bagi yang memesan buku #Gilavinyl sebelum peluncurannya dalam acara Record Store Day pada 21-23 April nanti. Record Store Day adalah hari perayaan bagi penggemar produk rekaman musik berbentuk fisik sedunia.
Selanjutnya: Marak Sejak 2013